Jakarta – Rencana Indonesia untuk mengimpor energi dari Amerika Serikat (AS) menghadapi tantangan serius. Mantan Presiden AS, Donald Trump, berencana mengenakan tarif impor sebesar 32% terhadap produk-produk asal Indonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan opsi lain jika tarif ini benar-benar diberlakukan.
Bahlil menyatakan bahwa sebelumnya ESDM telah mengalokasikan dana sekitar US$15 miliar (sekitar Rp250 triliun) untuk belanja energi dari AS, dengan harapan Trump akan membatalkan kebijakan tarif tersebut.
"Kami sudah menyiapkan anggaran sekitar US$10 miliar sampai US$15 miliar untuk belanja di Amerika. Tapi, jika tarif tetap diberlakukan, tentu tidak ada kesepakatan," ujarnya di Gedung DPR RI, Senin (14/7).
Negosiasi antara kedua negara masih berlangsung hingga 1 Agustus 2025, tanggal berlakunya tarif tersebut. Kepastian mengenai kebijakan yang akan diambil pemerintah Indonesia masih menunggu hasil negosiasi.
"Perkembangan terakhir masih dibahas oleh Menteri Koordinator (Menko) sebagai Ketua Delegasi. Kita tunggu hasilnya," jelas Bahlil.
Trump dalam suratnya yang ditujukan kepada Prabowo, menekankan ketidakseimbangan perdagangan antara AS dan Indonesia. Ia menilai kebijakan tarif dan non-tarif Indonesia telah menyebabkan defisit perdagangan bagi AS.
"Tarif 32 persen ini berlaku untuk semua produk Indonesia yang dikirim ke Amerika Serikat, terpisah dari semua Tarif Sektoral," tulis Trump. Ia menambahkan bahwa tarif ini lebih kecil dari yang dibutuhkan untuk menutupi defisit perdagangan.
Trump mengklaim bahwa AS selalu menghadapi hambatan perdagangan dari Indonesia, baik dalam bentuk tarif maupun non-tarif. Ia menegaskan bahwa tarif ini diperlukan untuk mengoreksi kebijakan Indonesia yang menyebabkan defisit perdagangan yang tidak berkelanjutan bagi AS.