Isu beras oplosan yang tengah ramai diperbincangkan membuka mata kita pada dinamika pasar beras premium di Indonesia. Data menunjukkan penurunan impor beras premium yang sangat signifikan sepanjang tahun ini, memunculkan pertanyaan besar: apakah ini pertanda baik atau justru sebaliknya?
Pemerintah sendiri tengah gencar menindak dugaan kecurangan dalam produk beras yang beredar. Hal ini menyusul pernyataan Menteri Pertanian terkait kerugian masyarakat yang mencapai puluhan triliun rupiah. Satgas Pangan Polri pun turun tangan menginvestigasi produsen yang diduga melanggar standar mutu.
Penurunan Impor yang Mencolok
Impor beras premium ke Indonesia mengalami penurunan tajam dalam enam bulan pertama tahun 2025. Nilai impor yang sempat menyentuh US$ 1,558 miliar pada periode Januari-Juni 2024, kini hanya mencatatkan US$ 37 juta di periode yang sama tahun ini. Ini berarti penurunan mencapai 97,63% dibandingkan tahun sebelumnya.
Beras premium dalam kategori ini mencakup jenis beras setengah giling atau digiling sempurna, baik dipoles maupun tidak, seperti beras jasmine, basmati, hingga beras organik. Biasanya, beras ini dikonsumsi oleh kalangan tertentu, kebutuhan restoran, atau untuk diekspor kembali.
Pergeseran Negara Pemasok
Pada tahun 2024, Thailand dan Vietnam menjadi pemasok beras premium terbesar bagi Indonesia, dengan nilai masing-masing US$ 666 juta dan US$ 436 juta. Pakistan, Myanmar, dan Kamboja juga turut serta.
Namun, peta ini berubah drastis di tahun 2025. India kini menjadi pemasok utama dengan nilai US$ 13 juta, disusul Vietnam (US$ 8 juta), Pakistan (US$ 7 juta), Thailand (US$ 5 juta), dan Myanmar (US$ 3 juta). Menariknya, tidak ada negara yang mencatatkan surplus dalam kategori ini, mengindikasikan bahwa Indonesia belum melakukan ekspor beras premium.
Dari segi volume, impor beras premium pada Januari-Juni 2025 juga merosot 97%. Impor tahun ini hanya 0,07 juta ton, jauh dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 2,4 juta ton.
Swasembada atau Penurunan Permintaan?
Penurunan impor beras premium ini memunculkan pertanyaan krusial: apakah swasembada beras di Indonesia sudah mampu memenuhi kebutuhan segmen mewah ini? Atau justru, permintaan beras premium yang menurun?
Menurunnya impor beras premium tidak serta merta berarti kebutuhan domestik menghilang. Ini bisa jadi merupakan bagian dari strategi nasional untuk menjaga ketahanan pangan dan efisiensi devisa di tengah ketidakstabilan harga pangan global.