Film Dokumenter Tambang Obi Diprotes, WALHI Sebut Propaganda Korporasi

TERNATE, MALUKU UTARA – Pemutaran film dokumenter berjudul "Ngomi O Obi" yang diproduksi oleh TV Tempo dan PT Harita di Ternate berujung pada aksi protes. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Maluku Utara bersama perwakilan warga Desa Kawasi, Pulau Obi, menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap isi film tersebut.

Aksi yang digelar di Studio 6 XXI Jatiland, Ternate, pada Senin, 14 Juli 2025, diawali dengan interupsi oleh enam warga Kawasi saat pemutaran film berlangsung. Mereka membentangkan spanduk dan poster yang menyanggah klaim-klaim yang ditampilkan dalam film. Aksi ini berlangsung sekitar 10 menit sebelum dibubarkan oleh panitia, memicu ketegangan antara peserta aksi dan penyelenggara.

WALHI Maluku Utara menilai film "Ngomi O Obi" tidak menggambarkan realitas kehancuran sosial-ekologis yang dialami warga Kawasi akibat aktivitas pertambangan oleh PT Harita. Film tersebut dianggap sebagai alat kampanye perusahaan yang mengemas citra positif perusahaan dengan narasi kemajuan dan pembangunan, namun mengabaikan dampak negatif di lapangan.

WALHI menyoroti bagaimana perusahaan menggusur lahan, merusak hutan, mencemari lingkungan, dan merelokasi warga ke Eco Village modern. Banyak warga yang menolak relokasi dan memilih bertahan di kampung halaman mereka di tengah krisis lingkungan. Desa Kawasi sendiri adalah kampung tertua di Pulau Obi, dihuni lebih dari 1.118 jiwa yang bergantung pada sumber daya alam darat dan pesisir sejak tahun 1980-an. Wilayah ini juga dikenal dengan keterbatasan akses informasi dan transportasi.

WALHI juga melaporkan adanya intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga yang menolak proyek pertambangan, serta peningkatan frekuensi bencana ekologis seperti banjir.

Intimidasi Aparat dan Pembubaran Aksi Lanjutan

Beberapa jam setelah aksi di XXI, kantor WALHI Maluku Utara didatangi oleh lima orang intel Brimob Polda Maluku Utara dengan alasan ingin menanyakan tujuan aksi protes. WALHI menolak menerima tamu tersebut karena kedatangan yang dilakukan di luar jam kerja dan dianggap sebagai bentuk intimidasi.

Aksi lanjutan yang direncanakan di Universitas Khairun pada Selasa (15/6/2025) juga dihadang oleh aparat keamanan. WALHI dan warga Kawasi dilarang masuk ke lokasi, dan aksi protes di luar gedung dibubarkan paksa. Seorang mahasiswa yang berhasil masuk dan membentangkan poster mengalami kekerasan fisik saat diusir.

Tuntutan WALHI dan Warga Kawasi

Menanggapi serangkaian kejadian ini, WALHI Maluku Utara dan warga Kawasi menyampaikan lima tuntutan utama:

  1. Menghentikan intimidasi terhadap ruang demokrasi oleh Brimob Polda Maluku Utara.
  2. Mengevaluasi dan menindak anggota aparat yang bertindak represif oleh Kapolda Maluku Utara.
  3. Pihak keamanan kampus bertanggung jawab atas kekerasan terhadap mahasiswa.
  4. TV Tempo, PT Harita, dan akademisi kampus menghentikan kampanye pembodohan publik melalui film dokumenter.
  5. Pemerintah pusat melakukan audit menyeluruh secara independen terhadap praktik pertambangan di Pulau Obi.
Scroll to Top