Pemerintahan Donald Trump semakin memperketat kebijakan imigrasi dengan aturan baru yang memungkinkan deportasi kilat migran ke negara ketiga, bukan hanya negara asal mereka. Kebijakan kontroversial ini memicu kecaman dari berbagai pihak.
Aturan yang tertuang dalam memo Badan Penindakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) tertanggal 9 Juli tersebut, mempersingkat waktu pemberitahuan deportasi menjadi hanya 6 jam. Sebelumnya, ICE harus menunggu minimal 24 jam setelah memberikan pemberitahuan sebelum mendeportasi seseorang ke negara ketiga.
Memo tersebut menyatakan bahwa dalam keadaan mendesak, migran dapat dikirim ke negara yang telah berjanji untuk tidak menganiaya atau menyiksa mereka, tanpa perlu prosedur lebih lanjut. Syaratnya, migran tersebut telah diberi kesempatan untuk berbicara dengan pengacara.
Kebijakan ini memungkinkan AS untuk lebih cepat mengirimkan migran ke berbagai negara di seluruh dunia. Mahkamah Agung AS sebelumnya telah mencabut perintah pengadilan yang membatasi deportasi semacam itu tanpa pemeriksaan. Menyusul putusan pengadilan tinggi, pemerintahan Trump telah mendeportasi migran dari Kuba, Laos, Meksiko, Myanmar, Sudan, dan Vietnam ke Sudan Selatan.
Pemerintahan Trump juga dilaporkan telah mendesak para pejabat dari lima negara Afrika (Liberia, Senegal, Guinea-Bissau, Mauritania, dan Gabon) untuk menerima orang-orang yang dideportasi dari tempat lain. Pemerintah berdalih deportasi ke negara ketiga membantu memindahkan migran yang seharusnya tidak berada di AS, termasuk mereka yang memiliki catatan kriminal.
Kebijakan ini menuai kritikan tajam dari para advokat. Mereka menilai deportasi semacam itu berbahaya dan kejam, karena orang-orang dapat dikirim ke negara di mana mereka menghadapi kekerasan, tidak memiliki ikatan apapun, dan tidak bisa berbahasa lokal.
Selain memo tersebut, kebijakan imigrasi era Trump juga tercermin dalam Undang-Undang (UU) pajak dan belanja negara yang disebut ‘One Big Beautiful Bill’. UU yang diteken pada 4 Juli ini, mengalokasikan sekitar USD 350 miliar (setara Rp 5,6 kuadriliun) untuk kebijakan imigrasi, termasuk pembangunan tembok perbatasan, pembangunan fasilitas penampungan 100.000 imigran, dan perekrutan 100.000 agen baru ICE. Tujuan dari alokasi dana besar ini adalah untuk mencapai target deportasi 1 juta orang per tahun.
Dewan Imigrasi Amerika mencatat bahwa UU tersebut mengalokasikan USD$45 miliar (sekitar Rp 729 triliun) untuk fasilitas penahanan ICE, meningkat 265% dari anggaran tahunan sebelumnya.
Departemen Pertahanan AS juga menerima peningkatan dana signifikan untuk pembangunan kapal baru, amunisi, serta perisai pertahanan misil nasional. Tambahan USD 1 miliar dialokasikan untuk langkah-langkah keamanan perbatasan.