Jakarta – Harga emas global mengalami tekanan setelah data inflasi Amerika Serikat (AS) mengindikasikan adanya kenaikan, yang berpotensi menunda harapan penurunan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed). Ketidakpastian seputar negosiasi tarif perdagangan juga berkontribusi terhadap pelemahan harga emas, sementara indeks dolar AS justru menguat.
Pada hari Selasa (15 Juli 2025), harga emas dunia merosot 0,64% ke level US$3.322,18 per troy ons, memperpanjang tren penurunan selama dua hari berturut-turut. Namun, pada perdagangan Rabu (16 Juli 2025) hingga pukul 06.34 WIB, harga emas di pasar spot menunjukkan penguatan tipis sebesar 0,23% ke posisi US$3.329,79 per troy ons.
Pelemahan harga emas pada hari Selasa dipicu oleh penantian pasar terhadap perkembangan tarif, serta laporan inflasi yang menunjukkan kenaikan harga konsumen AS. Penguatan indeks dolar AS selama beberapa hari terakhir juga semakin membebani harga emas.
Indeks dolar AS melonjak 0,55% ke level 98,62 pada hari Selasa (15 Juli 2025), melanjutkan penguatan selama tujuh hari beruntun. Dolar yang menguat membuat emas menjadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain.
Data inflasi Juni menunjukkan peningkatan dibandingkan bulan Mei. Indeks harga konsumen (IHK) naik 0,3% secara bulanan (mtm), sehingga tingkat inflasi tahunan mencapai 2,7% (yoy). Inflasi inti naik 0,2% secara bulanan, sedikit di bawah perkiraan. Namun secara tahunan, IHK inti naik 2,9% (yoy).
Data ini menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak tarif yang diberlakukan. Pemerintah AS dikabarkan akan mengenakan tarif 30% atas barang-barang dari Uni Eropa dan Meksiko mulai 1 Agustus. Bahkan, ancaman "tarif sekunder" hingga 100% terhadap mitra dagang tertentu juga dilontarkan.
Presiden AS mendesak The Fed untuk menurunkan suku bunga, mengingat tingkat inflasi yang rendah. Namun, pasar memperkirakan The Fed baru akan mulai memangkas suku bunga pada bulan September.
Investor saat ini menantikan rilis data Indeks Harga Produsen (IHP) AS untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut.
Emas, sebagai aset safe haven, cenderung berkinerja baik dalam lingkungan suku bunga rendah karena tidak memberikan imbal hasil.