Putin Tak Gentar, Ancam Terus Perang di Ukraina Meski Diancam Sanksi Berat AS

Presiden Rusia, Vladimir Putin, menunjukkan sikap tak goyah terhadap ancaman sanksi terbaru dari Amerika Serikat (AS), termasuk potensi tarif 100%, jika Moskow gagal mencapai kesepakatan damai untuk mengakhiri konflik Ukraina dalam waktu 50 hari.

Putin bertekad melanjutkan operasi militer di Ukraina sampai tuntutan perdamaian Rusia dipenuhi oleh pihak Barat. Keyakinan ini didasarkan pada penilaian bahwa ekonomi dan kekuatan militer Rusia cukup tangguh untuk menahan tekanan tambahan dari negara-negara Barat.

Ancaman dari Presiden AS muncul setelah mengungkapkan kekecewaannya atas penolakan Putin untuk menyetujui gencatan senjata, serta mengumumkan pengiriman bantuan senjata ke Ukraina, termasuk sistem rudal Patriot.

Putin merasa yakin bahwa Rusia mampu mengatasi kesulitan ekonomi yang mungkin timbul, termasuk ancaman tarif AS yang menargetkan pembeli minyak Moskow. Pengalaman tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa Rusia berhasil melewati berbagai sanksi berat yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat.

Menurut sumber terpercaya, Putin merasa belum ada pembicaraan serius mengenai detail perdamaian di Ukraina, termasuk dari pihak AS. Oleh karena itu, ia akan terus berupaya mencapai tujuannya.

Syarat perdamaian yang diajukan Putin meliputi jaminan hukum bahwa NATO tidak akan melakukan ekspansi ke timur Eropa, netralitas Ukraina dengan pembatasan angkatan bersenjatanya, perlindungan bagi warga berbahasa Rusia di Ukraina, dan pengakuan atas wilayah-wilayah yang telah dikuasai Rusia.

Sementara itu, Presiden Ukraina menegaskan bahwa negaranya tidak akan pernah mengakui kedaulatan Rusia atas wilayah yang diduduki dan mempertahankan hak untuk memutuskan apakah akan bergabung dengan NATO atau tidak.

Putin meyakini bahwa tujuan Rusia jauh lebih penting daripada potensi kerugian ekonomi akibat tekanan Barat, dan tidak khawatir dengan ancaman AS untuk mengenakan tarif kepada China dan India karena membeli minyak Rusia.

Scroll to Top