Pemerintah Ambil Alih Tanah Bersertifikat yang Ditelantarkan: Apa yang Perlu Anda Ketahui

Pemerintah Indonesia menegaskan akan menertibkan dan mengambil alih tanah yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun berturut-turut, meskipun tanah tersebut memiliki sertifikat resmi. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar, yang sebenarnya sudah berlaku sejak Februari 2021.

Isu ini kembali mencuat setelah pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid yang menegaskan bahwa kebijakan ini berlaku untuk semua jenis hak atas tanah, termasuk Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), hak pakai, hingga hak milik.

"Jika tanah bersertifikat tidak menunjukkan aktivitas ekonomi atau pembangunan dalam dua tahun, pemerintah wajib memberikan surat peringatan," ujar Nusron.

Proses pengambilalihan akan dilakukan secara bertahap, dimulai dengan pemberitahuan awal hingga tiga kali surat peringatan. Jika pemilik tanah tidak memberikan respons atau klarifikasi dalam waktu 587 hari sejak peringatan pertama, tanah tersebut akan ditetapkan sebagai tanah telantar dan dimasukkan ke dalam program reforma agraria.

Nusron menjelaskan bahwa BPN akan mengirimkan surat peringatan pertama, memberikan waktu tiga bulan bagi pemilik untuk merespons. Jika tidak ada aktivitas, surat peringatan kedua akan dikirimkan tiga bulan kemudian. Setelah itu, pemilik diberikan waktu enam bulan untuk memberikan respons. Jika tanah tetap tidak digunakan, statusnya akan ditetapkan sebagai tanah telantar dan dapat diambil alih oleh negara.

PP Nomor 20 Tahun 2021 juga menyebutkan bahwa tanah hak milik dapat menjadi objek penertiban jika dibiarkan telantar, misalnya jika dikuasai masyarakat dan menjadi wilayah perkampungan, dikuasai pihak lain lebih dari 20 tahun tanpa dasar hukum, atau tidak memenuhi fungsi sosial atas tanah tersebut.

Kebijakan ini juga berlaku untuk tanah hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan, serta tanah yang diperoleh berdasarkan penguasaan di lapangan. Pengabaian pemanfaatan lahan selama dua tahun berturut-turut sejak penerbitan hak dapat mengakibatkan tanah tersebut ditetapkan sebagai objek penertiban.

Enam kategori kawasan menjadi prioritas pengawasan, yaitu pertambangan, perkebunan, industri, pariwisata, perumahan/permukiman skala besar, serta kawasan lain yang izin pengelolaannya berkaitan langsung dengan pemanfaatan ruang dan tanah. Namun, tanah adat dan aset bank tanah dikecualikan dari aturan ini.

Kementerian ATR/BPN mencatat bahwa dari 55,9 juta hektare lahan bersertifikat di Indonesia, terdapat 1,4 juta hektare yang berstatus tanah telantar dan menjadi bagian dari program reforma agraria.

Scroll to Top