Industri Sawit Nasional Diterpa Ketidakpastian Hukum, Nasib Buruh Terancam

Ketidakpastian global turut memukul industri kelapa sawit Indonesia, mengancam keberlangsungan usaha dan kesejahteraan buruh. Upaya perbaikan tata kelola pekerja sawit yang sedang berjalan pun terancam terhambat.

Dalam diskusi memperingati Hari Buruh Internasional, Ketua GAPKI Bidang Pengembangan SDM, Sumarjono Saragih, menyoroti paradoks yang dihadapi industri sawit. Di satu sisi, industri ini merupakan kebanggaan nasional dengan devisa mencapai 600 triliun rupiah, jutaan tenaga kerja, dan ekspor yang menopang ekonomi.

Namun, di sisi lain, industri sawit kini menghadapi ketidakpastian yang sangat mengkhawatirkan. Bukan sekadar turbulensi ekonomi biasa, melainkan "badai" yang bisa mengguncang seluruh sektor. Ketidakpastian ini, menurut Sumarjono, terutama terkait dengan status kawasan hutan.

Sekitar 3 juta hektare lahan sawit, baik milik petani maupun perusahaan dengan izin resmi, kini diidentifikasi sebagai kawasan hutan. Pemerintah bahkan telah memasang plang sebagai tanda penguasaan negara.

Situasi ini menciptakan risiko yang tidak terukur bagi pelaku industri. Bagaimana mungkin industri bisa bertahan jika terus dihadapkan pada kebijakan yang berubah-ubah dan ancaman hukum?

Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, 3 juta hektare lahan sawit berpotensi menjadi "sawit hitam" yang tidak berkelanjutan dan ditolak pasar dunia. Kondisi ini tentu akan berdampak besar pada pendapatan petani, perusahaan, dan terutama, nasib para buruh sawit.

Scroll to Top