Toko Online Wajib Tahu: Aturan Pajak Baru di Marketplace Berlaku 2025!

Kabar penting untuk pemilik toko online yang berjualan di platform seperti TikTok Shop, Shopee, Tokopedia, Bukalapak, BliBli, atau Lazada! Siap-siap, karena mulai 14 Juli 2025, akan ada sistem baru terkait pajak penghasilan dari penjualan online.

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, platform e-commerce akan secara otomatis memotong pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 dari setiap transaksi penjualan pedagang dalam negeri. Marketplace bertindak sebagai pihak yang memungut, menyetor, dan melaporkan pajak tersebut. Singkatnya, marketplace kini menjadi perpanjangan tangan Direktorat Jenderal Pajak.

Namun, tidak semua toko online langsung dikenakan aturan ini. Ada beberapa kriteria yang menentukan apakah tokomu termasuk yang wajib dipotong pajak. Berikut adalah poin-poin pentingnya:

  1. Kewarganegaraan: Toko dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI), baik individu maupun badan usaha. Jadi, siapapun yang berjualan di marketplace dan memiliki KTP atau NPWP termasuk dalam cakupan aturan ini.
  2. Metode Pembayaran: Toko menerima pembayaran melalui rekening bank, e-wallet, atau sistem pembayaran digital lainnya. Karena mayoritas transaksi e-commerce menggunakan metode non-tunai, ini menjadi syarat umum.
  3. Asal Transaksi: Toko menggunakan alamat IP Indonesia atau nomor HP dengan kode negara +62 saat bertransaksi. Ini mengindikasikan transaksi dilakukan di Indonesia.
  4. Jenis Usaha: Toko menjual produk fisik, menawarkan jasa, atau memiliki usaha lain yang dijalankan melalui platform e-commerce. Ini mencakup berbagai jenis bisnis, termasuk jasa ekspedisi, asuransi, dan layanan online lainnya.
  5. Omzet: Toko memiliki omzet (penghasilan kotor) lebih dari Rp 500 juta per tahun.

Jika toko online Anda memenuhi kelima kriteria di atas, marketplace akan memotong PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari omzet kotor yang tertera di tagihan. Angka ini belum termasuk pajak lain seperti PPN atau PPnBM. Pajak ini berfungsi sebagai pembayaran di muka untuk kewajiban pajak tahunan.

Pengecualian:

Ada beberapa jenis transaksi yang dikecualikan dari PPh Pasal 22 ini, yaitu:

  • Penjual dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun yang sudah menyerahkan surat pernyataan.
  • Mitra ojek online atau kurir yang hanya mengantar barang.
  • Penjual yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) pajak dari DJP.
  • Penjual pulsa, kartu perdana, emas perhiasan, atau logam mulia.
  • Transaksi properti seperti jual beli tanah dan bangunan.

Mengapa Aturan Ini Diterapkan?

Selama ini, penjual dengan omzet antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar per tahun sebenarnya sudah wajib membayar pajak penghasilan final sebesar 0,5 persen berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018. Namun, sistem yang ada masih mengandalkan pelaporan dan pembayaran mandiri, sehingga potensi lalai pajak cukup besar.

Dengan aturan baru ini, pemerintah berupaya memperluas basis pajak di sektor digital dan meningkatkan kepatuhan pelaku usaha.

Bagi pelaku UMKM dan pedagang daring, penting untuk memahami aturan ini agar terhindar dari sanksi administrasi. Sementara bagi platform e-commerce, ini menambah tanggung jawab dalam urusan perpajakan digital.

Scroll to Top