Jakarta – Penunjukan Nick Adams, seorang tokoh konservatif Amerika Serikat, sebagai kandidat Duta Besar AS untuk Malaysia menuai gelombang protes. Adams dikecam karena pandangannya yang pro-Israel dan tuduhan menyebarkan ujaran kebencian terhadap Islam.
Presiden AS, Donald Trump, sebelumnya mengumumkan pencalonan Adams, yang dikenal sebagai tokoh berpengaruh di kalangan sayap kanan, sebagai Duta Besar untuk Malaysia. Trump memujinya sebagai "patriot yang luar biasa."
Penunjukan ini masih memerlukan persetujuan dari Senat AS sebelum Adams dapat resmi menjabat. Pria berusia 40 tahun itu lahir di Australia, namun memperoleh kewarganegaraan AS pada tahun 2021.
Dalam pernyataannya, Adams menyatakan harapannya untuk memperkuat hubungan bilateral dan mengungkapkan antusiasmenya untuk mempelajari budaya Malaysia.
Namun, komentar-komentar Adams di media sosial dan dukungannya terhadap Israel memicu kecaman dan seruan penolakan. Salah satu contohnya adalah cuitannya di X pada tahun 2024 yang menyatakan, "Jika Anda tidak mendukung Israel, Anda mendukung teroris!"
Postingan lain yang diduga dibuat oleh Adams pada tahun yang sama mengklaim bahwa ia telah memastikan seorang pelayan dipecat karena mengenakan pin "Bebaskan Palestina." Postingan ini, yang banyak dikutip oleh kelompok pro-Palestina, kini tidak dapat ditemukan di X.
Mantan Menteri Malaysia Angkat Bicara
Sejumlah politisi senior dan muda dari berbagai partai di Malaysia turut menyuarakan penolakan terhadap pencalonan Adams. Mantan Menteri Hukum, Zaid Ibrahim, bahkan menyebut pencalonan Adams "bukanlah niat baik – melainkan sebuah penghinaan."
Ketua Pemuda Partai Islam SeMalaysia (PAS) untuk wilayah Selangor, Mohamed Sukri Omar, menuduh Adams "secara terbuka menyebarkan kebencian terhadap Islam dan mendukung rezim Zionis tanpa pertimbangan."
"Penunjukan ini merupakan penghinaan terhadap kepekaan rakyat Malaysia. Jika pemerintah tetap diam atau menerima penunjukan ini, itu akan dianggap mengkhianati keteguhan rakyat dalam mendukung perjuangan Palestina," tegasnya.
Ketua biro internasional Amanah Youth, Mus’ab Muzahar, juga menilai pencalonan Adams sebagai penghinaan terhadap martabat dan kebijakan luar negeri Malaysia.
"Nick Adams bukanlah diplomat atau negarawan. Dia hanyalah seorang propagandis sayap kanan, pendukung setia Trump, dan pendukung vokal rezim Zionis Israel," ujarnya.
"Rhetorikanya di media sosial penuh dengan kebencian, rasisme, dan sentimen Islamofobia, yang jelas menyimpang dari semangat hubungan bilateral yang matang," tambahnya.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan dari Adams maupun Kedutaan Besar AS di Kuala Lumpur terkait penolakan ini.