Suriah Bergejolak: Konflik Sektarian Membara, Israel Tingkatkan Serangan

Serangkaian peristiwa kekerasan bernuansa SARA baru-baru ini menyoroti betapa rapuhnya stabilitas di Suriah. Penculikan seorang pedagang dari komunitas minoritas Druze memicu bentrokan berdarah antara milisi Druze dan suku Badui Sunni di selatan Suriah.

Situasi semakin memanas ketika Israel melancarkan serangan terhadap pasukan pro-pemerintah yang dituduh menyerang komunitas Druze di Suweida. Ratusan nyawa dilaporkan melayang akibat konflik ini. Kekerasan ini menjadi yang terparah di Suweida sejak pertempuran beberapa bulan lalu. Sebelumnya, bentrokan di wilayah pesisir Suriah juga merenggut nyawa ratusan anggota komunitas Alawi.

Rentetan kejadian ini, ditambah serangan udara Israel, membangkitkan kekhawatiran akan keamanan Suriah, terutama setelah kelompok pemberontak mengambil alih Damaskus. Pemimpin Suriah saat ini, Ahmed al-Sharaa, telah berjanji melindungi seluruh minoritas di Suriah.

Siapakah Komunitas Druze?

Druze adalah kelompok minoritas etnoreligius berbahasa Arab yang tersebar di Suriah, Lebanon, Israel, dan Dataran Tinggi Golan. Agama Druze merupakan cabang dari Islam Syiah yang memiliki identitas unik. Separuh dari satu juta pengikut Druze berada di Suriah, sekitar 3% dari total populasi negara itu.

Komunitas Druze di Israel dikenal loyal, banyak anggotanya yang mengikuti wajib militer. Terdapat sekitar 152.000 warga Druze yang tinggal di Israel dan Dataran Tinggi Golan. Secara historis, mereka memainkan peran penting dalam politik Suriah. Selama perang saudara yang berkecamuk, Druze membentuk milisi sendiri di selatan Suriah.

Setelah perubahan kepemimpinan di Damaskus, komunitas Druze menentang upaya pemerintah untuk memaksakan otoritas di Suriah selatan. Banyak dari mereka menolak kehadiran militer Suriah di Suweida dan memilih untuk mengandalkan milisi lokal.

Pemerintah Suriah mengutuk serangan terhadap warga Druze dan berjanji untuk memulihkan ketertiban. Namun, pasukan pemerintah juga dituduh menyerang minoritas ini. Muncul laporan mengenai "eksekusi" terhadap warga Druze oleh pasukan pemerintah, yang memicu ketidakpercayaan di antara anggota komunitas.

Peran Israel

Setelah kejatuhan rezim sebelumnya, Israel berusaha menjalin aliansi dengan komunitas Druze di dekat perbatasan utaranya. Israel memposisikan diri sebagai pelindung kaum minoritas di Suriah, termasuk Kurdi, Druze, dan Alawi. Israel juga menyerang lokasi militer dan pasukan pemerintah di Suriah.

Israel melakukan serangan di dekat Istana Presiden Suriah sebagai peringatan agar pemerintah tidak menyerang komunitas Druze. Sebaliknya, ada tokoh Druze yang menuduh Israel memicu perpecahan sektarian untuk memperluas pengaruhnya di wilayah tersebut.

Serangan terbaru Israel bertujuan untuk memperingatkan Suriah agar tidak mengerahkan tentaranya ke selatan, dengan harapan menciptakan zona demiliterisasi. Israel khawatir dengan keberadaan kelompok Islam di dekat perbatasan utaranya.

Serangan udara Israel meluas hingga menargetkan Kementerian Pertahanan dan markas besar tentara Suriah di Damaskus, yang dikecam oleh pemerintah Suriah. Aksi ini merupakan eskalasi paling serius sejak Israel menghancurkan ratusan lokasi militer dan merebut zona penyangga di Dataran Tinggi Golan. Israel bertujuan untuk mencegah pemerintah baru Suriah membangun kembali kekuatan militernya.

Reaksi Internasional

Amerika Serikat menyatakan keprihatinannya atas kekerasan yang terjadi. Negara-negara Arab seperti Lebanon, Irak, Qatar, Yordania, Mesir, dan Kuwait mengutuk serangan Israel terhadap pemerintah dan pasukan keamanan Suriah. Arab Saudi mengecam "serangan terang-terangan Israel." Iran menyebut serangan itu "sangat bisa diprediksi." Turki menggambarkan serangan itu sebagai "tindakan sabotase terhadap upaya Suriah untuk mengamankan perdamaian." Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga mengutuk serangan "eskalasi" Israel.

Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

Kekerasan ini menyoroti kerapuhan keamanan dan politik di Suriah. Rentetan kejadian terbaru meningkatkan kekhawatiran akan konflik SARA yang kembali muncul. Pemerintah yang baru, didominasi kelompok Islamis, menghadapi tantangan besar dalam mendamaikan perpecahan sektarian yang mengakar. Konflik ini, ditambah serangan Israel, mengancam upaya pembangunan dan pemulihan pasca-perang.

Israel kemungkinan akan terus melihat pemerintah baru, dan kelompok Islamis yang bersekutu dengannya, sebagai ancaman keamanan. Israel mungkin akan menjalin aliansi dengan kelompok-kelompok yang merasa terasingkan oleh pemerintah Suriah.

Scroll to Top