Kasus HIV di Bangka Selatan Meningkat, Didominasi Usia Produktif

Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKPPKB) Kabupaten Bangka Selatan (Basel) mencatat peningkatan kasus infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) selama Januari hingga Juni 2025. Tercatat ada enam kasus baru yang ditemukan.

Kepala DKPPKB Basel mengungkapkan, kasus baru ini dipicu oleh perilaku seks bebas, terutama di kalangan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), dengan laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) sebagai kelompok yang paling banyak terinfeksi. Dari enam kasus tersebut, mayoritas adalah laki-laki. Selebihnya adalah perempuan, termasuk wanita pekerja seks (WPS).

Mayoritas penderita HIV berada pada rentang usia produktif, antara 20 hingga 40 tahun ke atas. DKPPKB Basel memprediksi angka kasus HIV akan terus meningkat seiring dengan masifnya kegiatan skrining HIV. Pemerintah daerah khawatir akan potensi penyebaran yang lebih luas jika tidak segera diantisipasi.

Hingga Juli 2025, terdapat 52 orang yang rutin menjalani pengobatan HIV melalui fasilitas kesehatan yang disediakan pemerintah. Namun, kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan masih rendah.

Padahal, pemeriksaan HIV dapat dilakukan secara gratis di puskesmas maupun rumah sakit dengan jaminan kerahasiaan. Stigma sosial dan ketakutan menjadi penghalang utama masyarakat melakukan deteksi dini. Pemerintah akan terus mendorong masyarakat, khususnya yang berisiko tinggi, untuk mengikuti program Voluntary Counseling and Testing (VCT).

VCT adalah langkah awal untuk mengetahui status kesehatan dan mencegah penyebaran HIV lebih luas. Layanan VCT disediakan secara gratis di sepuluh puskesmas dan dua rumah sakit di Basel. Masyarakat diharapkan memanfaatkan layanan ini sebagai bentuk tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Jumlah kasus HIV yang tercatat saat ini diibaratkan fenomena gunung es, yang artinya jumlah yang terdata hanya sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Pemerintah secara rutin melakukan skrining terhadap kelompok berisiko tinggi seperti ibu hamil, wanita pekerja seks, dan pengguna narkoba suntik. Pengawasan terhadap komunitas LGBT masih sulit dilakukan karena sifatnya yang tertutup.

Pentingnya edukasi untuk mengurangi stigma terhadap tes HIV perlu digalakkan. Informasi yang jelas dan mudah dipahami diperlukan agar masyarakat tidak takut memeriksakan diri. HIV bisa menular dari ibu ke anak, baik saat kehamilan, persalinan, maupun menyusui. Dengan pengobatan tepat, risiko ini dapat ditekan secara signifikan. Pelaksanaan VCT juga harus menjunjung tinggi kerahasiaan dan privasi individu.

Pemerintah berharap program VCT dan layanan gratis pemeriksaan HIV bisa menjangkau lebih banyak masyarakat. Dengan peningkatan kesadaran dan partisipasi aktif, penyebaran HIV dapat ditekan dan tidak terus meningkat setiap tahun.

Scroll to Top