Laporan terbaru dari Amerika Serikat mengindikasikan bahwa serangan yang dilancarkan bulan lalu hanya berhasil menghancurkan satu dari tiga lokasi nuklir Iran yang menjadi target. Informasi ini, yang beredar di kalangan anggota parlemen AS, pejabat Departemen Pertahanan, dan negara-negara sekutu, menyebutkan bahwa fasilitas nuklir Fordow mengalami kemunduran signifikan, bahkan diperkirakan butuh waktu hingga dua tahun untuk pemulihan.
Serangan tersebut menargetkan tiga pusat pengayaan uranium utama Iran: Fordow, Natanz, dan Isfahan. Meskipun awalnya diklaim sebagai "keberhasilan militer spektakuler" yang sepenuhnya menghancurkan fasilitas pengayaan utama Iran, laporan terbaru mengindikasikan bahwa kerusakan mungkin tidak sekomprehensif yang diumumkan.
Israel, yang tidak menutup kemungkinan serangan lanjutan terhadap lokasi yang mengalami kerusakan ringan, menekankan bahwa masalah nuklir Iran "belum berakhir."
Kekhawatiran utama terletak pada fakta bahwa Iran adalah satu-satunya negara non-nuklir yang memperkaya uranium hingga 60% U-235, tingkat yang menurut Badan Energi Atom Internasional (IAEA) tidak memiliki justifikasi untuk tujuan sipil yang kredibel dan merupakan langkah teknis singkat dari level senjata.
Mantan pejabat tinggi nuklir PBB juga memperingatkan bahwa kemungkinan Iran memiliki senjata nuklir masih ada, mengingat keberadaan uranium Teheran yang hampir setara dengan senjata nuklir yang lokasinya tidak diketahui. Sekitar 400 kilogram uranium yang diperkaya hingga kemurnian 60%, yang tidak tercatat dan kini dilarang memasuki negara itu, menimbulkan kekhawatiran serius.
Meskipun Gedung Putih dan Pentagon bersikeras bahwa "Operasi Midnight Hammer" telah sepenuhnya melumpuhkan kemampuan nuklir Iran, dengan menghancurkan fasilitas di Fordow, Isfahan, dan Natanz, laporan yang saling bertentangan ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana keberhasilan serangan tersebut dan ancaman yang masih ditimbulkan oleh program nuklir Iran.