Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Tangerang. Meski upaya seperti fogging dan pemberian abate gencar dilakukan, akar masalah, yaitu jentik nyamuk di lingkungan rumah, kerap terabaikan. Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) seringkali hanya formalitas, tidak rutin, dan bergantung pada bantuan petugas kesehatan.
Menjawab tantangan ini, Kelurahan Bojong Nangka, khususnya RW 12, memperkenalkan inovasi bernama JUMAWA 12, singkatan dari Jumantik Mandiri Warga RW 12. Inisiatif ini merupakan pendekatan segar dalam pengendalian DBD yang mengandalkan kemandirian warga dan pengawasan sosial.
JUMAWA 12 hadir sebagai solusi untuk meningkatkan kesadaran warga akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dari jentik nyamuk. Setiap kepala keluarga didorong menjadi Jumantik Mandiri, bertanggung jawab melakukan PSN rutin setiap minggu. Pendekatan ini tidak hanya mengubah pola pikir warga menjadi lebih peduli kesehatan lingkungan, tetapi juga melibatkan pengurus RT dan RW sebagai pengawas yang aktif melakukan inspeksi bulanan dan memberikan pendampingan.
Uniknya, inovasi ini menggunakan stiker JUMAWA 12 yang ditempel di setiap rumah. Stiker ini berisi daftar cek PSN mingguan yang harus diisi mandiri oleh warga. Setelah memeriksa sarang nyamuk, warga menandai stiker dan mengirimkan foto dokumentasi ke grup WhatsApp warga. Sistem ini menciptakan kontrol sosial yang efektif, murah, dan mudah diterapkan. Warga bisa saling mengingatkan, menginspirasi, dan bahkan mengapresiasi rumah yang konsisten menjaga kebersihannya.
Sebelum JUMAWA 12, kegiatan PSN di RW 12 cenderung sporadis, tanpa pemantauan yang jelas, dan kurang melibatkan struktur sosial lokal. Namun, setelah JUMAWA 12 diterapkan, perubahan signifikan terjadi. PSN menjadi terjadwal, supervisi dilakukan rutin oleh RT/RW, dan pelaporan berlangsung aktif melalui media sosial. Kegiatan yang dulunya dianggap beban kini menjadi rutinitas warga, bahkan kebanggaan bersama.
Inovasi ini tidak hanya menurunkan angka temuan jentik, tetapi juga meningkatkan solidaritas sosial antarwarga. Grup WhatsApp yang sebelumnya untuk komunikasi umum, kini menjadi forum diskusi kesehatan dan berbagi praktik baik dalam menjaga lingkungan. RT dan RW juga semakin berdaya dalam menjalankan peran sosialnya sebagai penggerak pembangunan kesehatan berbasis komunitas.
Dalam beberapa bulan, implementasi JUMAWA 12 berhasil mendorong lebih dari 90% rumah di RW 12 untuk rutin melakukan PSN mingguan. Temuan jentik menurun drastis, dan beberapa RT telah mengembangkan adaptasi inovasi sesuai karakteristik warganya. Inovasi ini kini mulai dilirik oleh RW lain di Kelurahan Bojong Nangka sebagai model pengendalian DBD yang murah, mandiri, dan berkelanjutan.
JUMAWA 12 membuktikan bahwa solusi atas masalah kesehatan masyarakat tidak selalu membutuhkan teknologi tinggi atau anggaran besar. Dengan pendekatan sederhana namun tepat sasaran, serta berbasis kekuatan sosial lokal, inovasi ini mampu menciptakan dampak yang luas dan berkelanjutan. JUMAWA 12 bukan hanya gerakan kesehatan lingkungan, melainkan cermin dari budaya hidup sehat, kolaboratif, dan penuh tanggung jawab yang dibangun dari bawah oleh masyarakat itu sendiri.