Pemerintah Kabupaten Bulukumba menunjukkan keseriusan dalam memerangi penyebaran HIV AIDS dengan mengadakan pertemuan koordinasi strategis yang dipimpin oleh Wakil Bupati. Inisiatif ini bertujuan untuk menyatukan visi, memperkuat komitmen, dan merumuskan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan yang terpadu dan berkelanjutan.
Pertemuan ini juga menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam tentang situasi epidemi HIV di Bulukumba, mengidentifikasi peran masing-masing instansi, dan memperkuat jaringan kerja antar lembaga terkait.
Data terbaru menunjukkan bahwa hingga Juni 2025, terdapat 236 orang di Bulukumba yang sedang menjalani pengobatan ARV. Namun, angka ini diyakini hanya sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya, diibaratkan seperti fenomena gunung es.
Dari jumlah tersebut, mayoritas adalah laki-laki (189 orang) dibandingkan perempuan (47 orang). Faktor risiko utama penularan didominasi oleh hubungan sesama jenis (LSL) dengan 115 kasus, diikuti oleh pelanggan pekerja seks wanita (48 orang), waria (14 orang), mantan pengguna narkoba suntik (8 orang), pasangan berisiko tinggi (18 orang), dan anak-anak (4 orang).
Kondisi ini sangat memprihatinkan, terutama dengan pola hubungan LSL yang cenderung tidak konsisten, sehingga meningkatkan potensi penularan. Dahulu, penularan HIV banyak terjadi melalui pengguna narkoba suntik, namun kini didominasi oleh hubungan LSL.
Wakil Bupati menekankan bahwa kemajuan daerah seringkali membawa dampak negatif, seperti pertumbuhan penduduk, perubahan gaya hidup, dan perkembangan ekonomi yang dapat memicu masalah sosial. Narkoba, perceraian, dan perilaku menyimpang lainnya menjadi tantangan yang harus dihadapi.
Pemerintah daerah berkomitmen untuk mencegah penyimpangan tersebut, khususnya di kalangan generasi muda. Langkah-langkah terukur dan tegas akan diambil, termasuk mengintensifkan razia rumah kost yang dicurigai sebagai tempat perilaku menyimpang.
Selain itu, edukasi tentang pencegahan penularan HIV AIDS akan digencarkan melalui berbagai media dan ruang, terutama di sekolah-sekolah. Anak sekolah sangat rentan terhadap pengaruh negatif seperti perilaku LSL yang dipicu oleh iming-iming materi.
Pencegahan dan penjangkauan penularan HIV AIDS menghadapi tantangan besar, karena stigma sosial yang kuat seringkali membuat penderita enggan melaporkan diri dan menjalani pengobatan.