Penggunaan Quick Response Indonesian Standard (QRIS) terus melebarkan sayapnya ke berbagai negara, meskipun di sisi lain mendapat perhatian dari pemerintah Amerika Serikat. AS menilai sistem pembayaran ini berpotensi menjadi kendala perdagangan di Indonesia.
Dalam sebuah acara edukasi yang diadakan di Jakarta, seorang pejabat tinggi Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa saat ini tengah diupayakan kerjasama penggunaan QRIS dengan empat negara baru: Korea Selatan, India, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.
Saat ini, QRIS sudah dapat digunakan di tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Thailand, dan Singapura. Hal ini memudahkan masyarakat Indonesia yang bepergian ke negara-negara tersebut karena tidak perlu lagi membawa uang tunai. Cukup dengan menggunakan aplikasi QRIS di ponsel, transaksi pembayaran dapat dilakukan dengan mudah.
Namun, perluasan jaringan sistem pembayaran Indonesia ini tidak luput dari perhatian pemerintah AS. Mereka menganggap QRIS sebagai potensi hambatan perdagangan, terutama dalam hal sistem pembayaran.
Pemerintah AS menyoroti beberapa peraturan Bank Indonesia terkait QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Mereka menyoroti kurangnya keterlibatan pihak internasional dalam proses pembuatan kebijakan QRIS. AS merasa para pemangku kepentingan internasional tidak diberi kesempatan untuk memberikan masukan mengenai sistem tersebut, termasuk bagaimana sistem tersebut dapat dirancang agar selaras dengan sistem pembayaran yang ada.
Selain itu, AS juga menyoroti pembatasan kepemilikan asing dalam perusahaan yang ingin berpartisipasi dalam GPN, serta persyaratan bagi perusahaan asing untuk menjalin kerjasama dengan switch GPN Indonesia yang berlisensi untuk melakukan pemrosesan transaksi ritel domestik. AS menganggap bahwa persetujuan kerjasama tersebut bergantung pada dukungan perusahaan mitra asing terhadap pengembangan industri dalam negeri, termasuk melalui transfer teknologi.