Dulu berapi-api menentang, kini Arab Saudi justru memberikan dukungan terhadap potensi kesepakatan nuklir antara Iran dan Amerika Serikat. Perubahan sikap yang mencolok ini mengisyaratkan dinamika geopolitik yang kompleks di Timur Tengah.
Sepuluh tahun lalu, ketika kesepakatan untuk membatasi program nuklir Iran dicapai, Saudi merasa kecewa. Mereka menganggap perjanjian itu lemah dan hanya akan memperkuat posisi Iran, rival regionalnya. Bahkan, Riyadh menyambut baik keputusan Donald Trump untuk menarik AS dari kesepakatan tersebut pada tahun 2018.
Namun, kini situasinya berbeda. Di tengah upaya negosiasi kembali antara AS dan Iran, Arab Saudi justru menyuarakan harapan agar perundingan tersebut dapat meningkatkan perdamaian di kawasan dan dunia. Putra Mahkota Mohammed bin Salman bahkan mengirim adiknya, Menteri Pertahanan Pangeran Khalid bin Salman, ke Teheran untuk menyampaikan pesan dari Raja Salman kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Lantas, apa yang menyebabkan perubahan sikap yang begitu drastis ini? Salah satu faktor utamanya adalah fokus Arab Saudi pada diversifikasi ekonomi. Kerajaan ini tengah berupaya mengurangi ketergantungan pada minyak dan menjadi pusat bisnis, teknologi, dan pariwisata. Potensi konflik regional yang disebabkan oleh program nuklir Iran akan menjadi ancaman serius bagi ambisi ekonomi ini.
Selain itu, negara-negara Teluk saat ini lebih mengutamakan stabilitas kawasan. Mereka khawatir eskalasi konflik antara AS dan Iran justru akan berdampak langsung pada keamanan mereka. Diplomasi dianggap sebagai cara terbaik untuk membatasi aktivitas Iran yang dianggap meresahkan dan program nuklirnya.
Rekonsiliasi formal antara Iran dan Arab Saudi pada tahun 2023, yang dimediasi oleh China, juga memainkan peran penting. Fokus kebijakan luar negeri Pangeran Mohammed telah bergeser ke arah meredakan konflik regional. Serangan terhadap instalasi minyak Saudi pada tahun 2019 telah mengajarkan mereka tentang keterbatasan aliansi dengan Amerika, mendorong mereka untuk berunding dengan Iran daripada melanjutkan konflik.
Negara-negara Arab lainnya, termasuk Mesir, Yordania, Qatar, dan Bahrain, juga menyambut baik pembicaraan antara AS dan Iran. Mereka lebih memilih diplomasi daripada konflik yang meningkat. Iran sendiri tampaknya berupaya membangun dukungan regional untuk negosiasi ini.
Dengan demikian, dukungan Arab Saudi terhadap kesepakatan nuklir Iran mencerminkan pergeseran prioritas dan kalkulasi strategis. Stabilitas regional dan ambisi ekonomi menjadi pertimbangan utama, mendorong Riyadh untuk memilih jalur diplomasi daripada konfrontasi.