Kusta: Ancaman Kesehatan yang Terus Mengintai di Indonesia

Kabar terbaru dari dunia kesehatan menunjukkan bahwa penyakit kusta masih menjadi perhatian serius di Indonesia. Sepanjang tahun 2024, puluhan kasus baru telah terdeteksi di berbagai daerah, termasuk Lebak, Banten, dan Pamekasan, Jawa Timur. Kusta, yang juga dikenal sebagai leprosy, adalah infeksi kronis yang menyerang kulit, saraf tepi, dan saluran pernapasan atas.

Apa Itu Kusta?

Kusta bukanlah penyakit yang disebabkan oleh virus seperti cacar air atau herpes. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang berkembang biak secara perlahan di dalam tubuh. Meskipun dapat menular, kusta tidak mudah menyebar dan dapat disembuhkan dengan penanganan yang tepat. Penularan terjadi melalui percikan cairan dari hidung atau mulut penderita saat batuk atau bersin dalam jangka waktu lama dan kontak yang erat. Kusta tidak menular melalui sentuhan biasa.

Kusta di Indonesia

Data dari WHO menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia dengan kasus kusta terbanyak. Hal ini menunjukkan bahwa kusta masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan di Indonesia.

Penyebab dan Faktor Risiko

Infeksi bakteri Mycobacterium leprae adalah penyebab utama kusta. Bakteri ini membutuhkan waktu lama untuk berkembang biak, sehingga penularan membutuhkan kontak erat dan berulang. Selain itu, beberapa faktor dapat meningkatkan risiko seseorang terinfeksi kusta, di antaranya:

  • Sistem kekebalan tubuh yang lemah
  • Berkunjung atau tinggal di daerah endemik kusta
  • Kontak dengan hewan yang dapat menularkan bakteri kusta, seperti armadillo

Gejala Kusta

Gejala kusta berkembang secara bertahap dan mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk muncul. Beberapa gejala umum meliputi:

  • Kulit tidak mengeluarkan keringat (anhidrosis)
  • Luka pada telapak kaki tidak terasa nyeri
  • Mati rasa pada kulit, kehilangan kemampuan merasakan sentuhan, tekanan, suhu, dan nyeri
  • Kulit terasa kering dan kaku
  • Pembesaran saraf, terutama di lutut dan siku
  • Kerontokan alis dan bulu mata permanen
  • Mimisan
  • Bercak kulit yang lebih terang dari kulit sekitarnya
  • Benjolan atau bengkak pada telinga dan wajah
  • Kelemahan otot kaki dan tangan
  • Mata jarang berkedip dan menjadi kering

Diagnosis Kusta

Untuk mendiagnosis kusta, dokter akan menanyakan gejala dan memeriksa kulit pasien untuk mencari lesi. Selanjutnya, dokter akan mengambil sampel kulit (skin smear) untuk dianalisis di laboratorium dan mencari keberadaan bakteri penyebab kusta. Pada kasus yang parah, dokter mungkin melakukan pemeriksaan tambahan seperti hitung darah lengkap, pemeriksaan fungsi hati, tes kreatinin, dan biopsi saraf.

Pengobatan Kusta

Pengobatan kusta melibatkan penggunaan antibiotik selama 1-2 tahun. Durasi, jenis, dan dosis antibiotik akan disesuaikan dengan jenis kusta yang diderita. Metode Multidrug Therapy (MDT), yang menggabungkan dua atau lebih antibiotik, adalah pengobatan yang umum digunakan di Indonesia. Dalam beberapa kasus, operasi mungkin diperlukan untuk mengembalikan fungsi anggota tubuh, memperbaiki kerusakan saraf, dan memperbaiki bentuk tubuh yang cacat.

Pentingnya Diagnosis Dini

Gejala kusta di atas tidak spesifik dan dapat menyerupai kondisi kulit lainnya. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kulit untuk diagnosis dan evaluasi yang tepat agar mendapatkan pengobatan yang sesuai. Dengan diagnosis dan pengobatan dini, kusta dapat disembuhkan dan mencegah komplikasi yang lebih serius.

Scroll to Top