Polemik Rangkap Jabatan Wakil Menteri: Putusan MK dan Implikasinya

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terkait larangan rangkap jabatan wakil menteri (wamen) sebagai komisaris atau direksi perusahaan. Gugatan ini diajukan dengan harapan MK memperluas larangan rangkap jabatan yang semula hanya berlaku bagi menteri, menjadi berlaku juga bagi wamen. Meskipun gugatan ditolak, putusan MK sebelumnya menjadi sorotan dalam perdebatan ini.

Gugatan tersebut menyoroti Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang melarang menteri merangkap jabatan. Pemohon meminta agar pasal tersebut diubah sehingga larangan yang sama juga berlaku untuk wakil menteri.

Pemohon berargumen bahwa MK dalam putusan Nomor 80/PUU-XVII/2019 secara implisit menyatakan larangan yang berlaku bagi menteri juga berlaku bagi wakil menteri. Dalam putusan tersebut, MK memang menyinggung soal rangkap jabatan wamen dan menyatakan bahwa wamen haruslah ditempatkan pula sebagai pejabat sebagaimana halnya status yang diberikan kepada menteri. Dengan status demikian, maka seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 UU 39/2008 berlaku pula bagi wakil menteri.

Namun, dalam putusan terbaru atas gugatan yang meminta larangan rangkap jabatan diperluas hingga wakil menteri, MK tidak melanjutkan pembahasan pokok perkara. MK menyatakan permohonan tidak dapat diterima karena pemohon telah meninggal dunia. Akibatnya, syarat anggapan adanya kerugian hak konstitusional pemohon tidak lagi relevan.

Meskipun permohonan ditolak, implikasi dari putusan MK tahun 2019 tetap relevan. Dalam putusan tersebut, MK mengakui adanya potensi konflik kepentingan jika wamen merangkap jabatan di perusahaan negara atau swasta. MK menekankan perlunya wamen fokus pada tugas-tugasnya di kementerian.

Dengan ditolaknya gugatan terbaru, status quo terkait rangkap jabatan wamen tetap berlaku. Namun, perdebatan mengenai etika dan potensi konflik kepentingan terkait rangkap jabatan ini kemungkinan akan terus berlanjut. Putusan MK tahun 2019 menjadi landasan argumen bahwa larangan rangkap jabatan seharusnya juga berlaku bagi wakil menteri, demi menjaga integritas dan efektivitas pemerintahan.

Scroll to Top