Ekspor Baja Lapis Indonesia Tembus Pasar Amerika Serikat, Bukti Industri Nasional Berdaya Saing

Indonesia terus menunjukkan taringnya di pasar global. PT Tata Metal Lestari (TML) berhasil mengirimkan 10.000 ton baja lapis ke Amerika Serikat (AS) dengan nilai mencapai US$ 12,6 juta atau setara dengan Rp 205,38 miliar. Capaian ini menjadi bukti bahwa produk baja Indonesia memiliki kualitas dan daya saing yang tinggi di kancah internasional.

Meskipun AS mengenakan tarif impor baja yang cukup tinggi, yaitu 50%, dibandingkan tarif produk lainnya yang hanya 19%, negara tersebut tetap bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan baja lapisnya. Hal ini membuka peluang besar bagi industri baja Indonesia untuk terus meningkatkan ekspornya ke AS.

Ekspor PT TML ke AS dan Kanada telah berjalan secara berkelanjutan sejak Oktober 2024. Hingga saat ini, perusahaan telah melakukan pengiriman sebanyak empat kali dengan target ekspor mencapai 69.000 ton di sepanjang tahun 2025. Angka ini melonjak 133% dibandingkan realisasi ekspor tahun sebelumnya.

Capaian ini membuktikan bahwa produk baja Indonesia dipercaya dan diterima di pasar global, bahkan di tengah dinamika kebijakan perdagangan yang terus berubah. Hal ini juga sekaligus membantah anggapan bahwa Indonesia sedang mengalami deindustrialisasi.

Keberhasilan ini juga tak lepas dari peran negosiasi yang baik antara Presiden Indonesia dan Presiden AS, sehingga Indonesia berhasil mendapatkan tarif yang lebih menguntungkan dibandingkan negara-negara pesaing. Industri nasional perlu memanfaatkan momentum ini untuk mengoptimalkan ekspor produknya ke pasar Amerika.

Ekspor menjadi salah satu mesin utama penggerak ekonomi Indonesia. Peningkatan nilai dan volume ekspor menunjukkan bahwa produksi dan logistik dalam negeri berjalan dengan baik. Saat ini, kinerja ekspor menjadi salah satu andalan dalam memacu perekonomian nasional.

Oleh karena itu, kebijakan hilirisasi industri perlu terus dijalankan secara konsisten untuk menciptakan produk turunan yang bernilai tambah tinggi. Hal ini membuka peluang bagi pelaku industri untuk mengisi pasar ekspor dengan produk hilir, termasuk ke AS.

Meskipun demikian, pasar domestik juga memiliki potensi yang sangat besar. Sekitar 80% output dari industri manufaktur Indonesia ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Kondisi ini perlu dijaga agar tidak tergerus oleh serbuan produk impor.

Scroll to Top