DAMASKUS – Pemerintah Suriah mengumumkan rencana penambahan pasukan untuk meredakan bentrokan sektarian yang telah menelan banyak korban jiwa antara kelompok Badui dan Druze di wilayah selatan.
Kepresidenan Suriah menyerukan semua pihak untuk menahan diri, seiring dengan laporan mengenai pertempuran baru di sekitar kota Suweida. Kekerasan yang pecah sejak Minggu lalu dilaporkan telah merenggut lebih dari 700 nyawa.
Warga setempat menuding pasukan pemerintah yang ditempatkan di area tersebut terlibat dalam pembunuhan warga sipil Druze dan melakukan eksekusi tanpa proses hukum.
Israel dilaporkan telah melancarkan serangan ke sejumlah target di Suriah dengan tujuan memaksa pasukan mundur dari Provinsi Suweida. Duta besar AS untuk Turki menyatakan bahwa Israel dan Suriah telah mencapai kesepakatan gencatan senjata. Kesepakatan ini juga didukung oleh negara-negara tetangga Suriah, yaitu Turki dan Yordania.
Utusan tersebut mengajak kaum Druze, Badui, dan Sunni untuk menghentikan permusuhan dan bersama-sama membangun identitas Suriah yang baru dan bersatu dalam perdamaian dan kesejahteraan.
Sebelum pengumuman rencana pengerahan militer, seorang pejabat Israel mengatakan bahwa Israel telah menyetujui masuknya personel Pasukan Keamanan Dalam Negeri Suriah secara terbatas ke Suweida selama 48 jam untuk melindungi warga sipil Druze.
Komunitas Druze di Suweida, yang menganut keyakinan unik yang berasal dari Islam Syiah, merasa tidak percaya pada pemerintah di Damaskus. Mereka merupakan kelompok minoritas di Suriah, Lebanon, dan Israel.
Observatorium Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) mencatat bahwa 718 orang telah menjadi korban jiwa sejak konflik meletus.
Kepala hak asasi manusia PBB, Volker Türk, menyatakan bahwa kantornya menerima laporan mengenai pelanggaran dan penyiksaan yang meluas selama bentrokan, termasuk eksekusi singkat dan pembunuhan sewenang-wenang di Suweida. Pelaku diduga berasal dari pasukan keamanan, individu yang berafiliasi dengan pemerintah, serta elemen bersenjata Druze dan Badui setempat.
Türk menekankan bahwa pertumpahan darah dan kekerasan harus dihentikan, dan pelaku harus dimintai pertanggungjawaban.
Dalam pidato yang disiarkan, pemerintah Suriah berjanji akan meminta pertanggungjawaban para pelaku dan menjadikan perlindungan Druze sebagai prioritas. Pemerintah menuding "kelompok-kelompok pelanggar hukum" yang menolak dialog.