Gelombang Ekspansi F&B China Membanjiri Indonesia: Ancaman atau Peluang bagi UMKM Lokal?

Jakarta – Pasar makanan dan minuman (F&B) Indonesia tengah diramaikan oleh gempuran merek-merek asal China, seperti Mixue, Wedrink, Heytea, dan Chagee. Ekspansi masif ini menimbulkan pertanyaan: ancaman atau peluang bagi pelaku UMKM lokal?

Data dari Momentum Works menunjukkan, sejak 2022, lebih dari 6.100 gerai F&B China merambah pasar Asia Tenggara. Indonesia dan Vietnam menjadi fokus utama, dengan sekitar 4.000 gerai terkonsentrasi di kedua negara ini.

Fenomena ini dipicu oleh situasi pasar domestik China yang kurang menggembirakan. Pada tahun 2024, lebih dari satu juta gerai F&B di China terpaksa gulung tikar akibat kelebihan pasokan dan penurunan konsumsi. Asia Tenggara, dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan regulasi yang relatif fleksibel, menjadi destinasi ekspansi yang menarik.

Ketua Umum Perhimpunan Waralaba & Lisensi Indonesia, Levita Ginting Supit, menyoroti bahwa serbuan F&B China ini memperketat persaingan di pasar lokal, meningkatkan risiko bagi UMKM untuk menutup usaha.

"UMKM yang sudah kuat dan mapan, saya rasa tidak akan kalah karena mereka masih menguasai pasar Indonesia. Namun, UMKM yang belum siap menghadapi persaingan dari luar, pasti akan terkena dampaknya," ujarnya.

Lebih lanjut, Levita menjelaskan bahwa masalah UMKM Indonesia tidak hanya disebabkan oleh masuknya F&B China. Melemahnya ekonomi dan penurunan daya beli masyarakat turut memperburuk situasi.

"Masuknya mereka (F&B China) bukanlah faktor utama. Waralaba lokal juga ada yang mengalami kesulitan karena daya beli masyarakat yang menurun. Tidak hanya F&B, bisnis ritel lainnya juga terkena imbas dari kondisi ekonomi saat ini," tambahnya.

Levita berpendapat, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang lebih ketat untuk membatasi masuknya F&B asing, agar UMKM lokal dapat bersaing. Namun, ia juga menekankan bahwa fenomena ini tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena belum tentu merek-merek tersebut akan bertahan lama di Indonesia.

"Kita tidak bisa menyalahkan bisnis asing yang masuk ke Indonesia, karena kita juga belum tahu seberapa lama mereka mampu bertahan. Namun, perlu ada pembatasan dan kurasi yang lebih ketat dari pemerintah saat mereka masuk dalam jumlah besar," pungkasnya.

Scroll to Top