Vonis Tom Lembong karena Ekonomi Kapitalis, Pakar Hukum Tata Negara Angkat Bicara

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menyatakan keheranannya atas vonis yang dijatuhkan kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), dalam kasus impor gula. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyebutkan bahwa Tom Lembong divonis bersalah karena menjalankan kebijakan yang dianggap bercorak ekonomi kapitalis.

Feri Amsari menegaskan bahwa alasan penggunaan sistem ekonomi tertentu, termasuk kapitalis, sebagai dasar untuk menjatuhkan pidana sangatlah janggal. "Jika ekonomi kapitalis bisa menjadi dasar hukum pidana, maka banyak sekali orang di negeri ini yang bisa dipenjara," ujarnya. Ia menambahkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk para pemimpin bangsa, pada tingkatan tertentu menganut sistem ekonomi kapitalis.

Menurut Feri, kasus Tom Lembong ini tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan. Ia menyoroti bahwa hakim tidak dapat membuktikan adanya niat jahat (mens rea) dalam kasus tersebut. "Di sinilah letak ketidakberlakuan Pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar, yang menjamin setiap orang berhak atas perlakuan hukum yang sama dan adil. Di mana letak keadilannya?" tanyanya.

Feri menyarankan agar Tom Lembong terus berjuang mencari keadilan dalam kasus impor gula ini. Ia menilai bahwa saat ini, pihak-pihak yang berseberangan dengan pemerintah menjadi sasaran. "Ini lebih mirip dendam. Begitu Tom Lembong dan Hasto tidak lagi berada di lingkaran kekuasaan dan kekuatan politik mereka melemah, mereka kemudian ditangkap dan diproses hukum," ungkapnya.

Sebelumnya, Tom Lembong divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan bahwa Tom Lembong terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Majelis hakim menilai bahwa perbuatan Tom Lembong dalam menerbitkan persetujuan impor (PI) gula kristal mentah dan melibatkan koperasi dalam operasi pasar memenuhi unsur pasal yang didakwakan jaksa.

Selain pidana badan, Tom Lembong juga dihukum membayar denda sebesar Rp 750 juta. Majelis hakim menilai Tom Lembong lebih mengedepankan ekonomi kapitalis dalam kebijakan impor gulanya, bukan ekonomi Pancasila. Argumentasi mengenai "ekonomi kapitalis" ini menjadi salah satu faktor yang memberatkan hukuman Tom Lembong.

Scroll to Top