Serbuan Gerai Makanan China: UMKM Lokal Terancam?

Ekspansi besar-besaran gerai makanan dan minuman (F&B) asal Tiongkok di Indonesia semakin terasa. Fenomena ini memaksa pelaku UMKM lokal untuk berjuang lebih keras di tengah persaingan yang semakin ketat.

Indonesia, dengan populasi besar dan potensi konsumsi yang tinggi, menjadi target pasar yang menggiurkan bagi bisnis dari Negeri Tirai Bambu. Ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap hal-hal baru, khususnya kuliner, membuat gerai F&B asing, termasuk dari China, dengan cepat mendapatkan popularitas.

Salah satu daya tarik utama gerai F&B China adalah harga yang lebih terjangkau. Biaya bahan baku yang lebih rendah, berkat perjanjian perdagangan bebas seperti CAFTA dan RCEP, memungkinkan mereka menawarkan produk dengan harga yang kompetitif, sesuai dengan daya beli masyarakat menengah ke bawah. Selain itu, biaya operasional yang relatif lebih rendah di Indonesia dibandingkan negara ASEAN lainnya juga menjadi faktor pendorong.

Data menunjukkan, sejak 2022, ribuan gerai F&B asal China telah membanjiri pasar Asia Tenggara, dengan mayoritas terkonsentrasi di Indonesia dan Vietnam. Ekspansi ini dipicu oleh lesunya pasar domestik di China, di mana banyak gerai F&B terpaksa gulung tikar akibat kelebihan pasokan dan stagnasi konsumsi.

Namun, serbuan gerai F&B China ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kelangsungan UMKM lokal. Persaingan yang semakin ketat dapat berujung pada penutupan bisnis F&B lokal yang belum siap menghadapi gempuran bisnis asing.

Meskipun demikian, masuknya F&B asal China bukanlah satu-satunya masalah yang dihadapi UMKM. Faktor utama yang juga berperan adalah melemahnya daya beli masyarakat akibat kondisi ekonomi yang kurang stabil. Kondisi ini berdampak pada berbagai sektor bisnis, termasuk F&B dan ritel.

Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah untuk melindungi dan memberdayakan UMKM lokal agar mampu bersaing dengan bisnis asing. Salah satunya adalah dengan melakukan kurasi yang lebih ketat terhadap bisnis F&B yang masuk ke Indonesia. Namun, penting untuk diingat bahwa fenomena ini tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena belum tentu semua bisnis asing mampu bertahan lama di pasar Indonesia.

Scroll to Top