Rahasia Magma Terungkap: Potasium Penentu Evolusi Gunung Api di Jawa

Pulau Jawa, rumah bagi deretan gunung api aktif, menyimpan misteri evolusi bentuk yang beragam. Tak semua gunung berapi di Jawa bernasib sama, ada yang menjulang anggun sebagai kerucut sempurna, ada pula yang berwujud kompleks dengan kaldera raksasa sebagai saksi bisu letusan dahsyat di masa lalu. Kini, sebuah studi inovatif membuka tabir rahasia di balik evolusi morfologi gunung api, menyoroti peran penting kandungan potasium dalam magma.

Penelitian yang mendalam ini mengungkap bahwa kadar potasium dalam magma berpotensi menjadi kunci penentu apakah sebuah gunung api kerucut akan berkembang menjadi kompleks atau bahkan meledak dahsyat membentuk kaldera. Temuan ini menawarkan perspektif baru dalam memahami dinamika gunung api dan meningkatkan kesiapsiagaan terhadap potensi bencana vulkanik.

Studi ini menganalisis 40 gunung berapi di Jawa, termasuk gunung-gunung aktif yang familiar seperti Merapi, Raung, dan Ijen. Analisis morfometri yang dipadukan dengan data citra satelit resolusi tinggi dan model elevasi digital (DEM) memungkinkan peneliti untuk mengukur dan menganalisis berbagai parameter gunung api, seperti volume, rasio tinggi-panjang, kemiringan lereng, dan indeks ketidakteraturan. Selain itu, data geokimia dari berbagai publikasi ilmiah, khususnya kadar silika (SiO₂), magnesium (MgO), dan potasium (K₂O), turut dianalisis untuk memahami proses diferensiasi magma.

Hasilnya sungguh mengejutkan! Meskipun silika selama ini dianggap sebagai faktor utama penentu eksplosivitas erupsi, studi ini menemukan bahwa kandungan potasium justru menjadi pembeda utama antara tipe gunung api yang berbeda. Gunung api kaldera memiliki kadar potasium yang jauh lebih tinggi dibandingkan gunung api kerucut dan kompleks. Kandungan potasium yang tinggi ini memungkinkan magma menyimpan lebih banyak gas terlarut pada tekanan tinggi. Ketika magma dengan volume besar mengalami dekompresi mendadak, pelepasan gas eksplosif dapat memicu letusan dahsyat dan keruntuhan puncak gunung, membentuk kaldera.

Studi ini juga menyoroti faktor tektonik yang mempengaruhi distribusi gunung api kaldera. Kemiringan lempeng subduksi yang lebih curam di bawah Jawa Timur mendukung pembentukan magma yang lebih kaya potasium, sehingga menjelaskan banyaknya kaldera di wilayah ini.

Berdasarkan temuan ini, para peneliti mengusulkan tiga jalur evolusi gunung api. Pertama, evolusi langsung dari kerucut menjadi kaldera akibat peningkatan drastis kadar potasium. Kedua, gunung api tumbuh menjadi kompleks sebelum akhirnya membentuk kaldera, seiring dengan evolusi magma menuju kadar potasium tinggi. Ketiga, gunung api kerucut hanya berkembang menjadi kompleks karena kadar potasium yang rendah.

Penemuan ini bukan hanya memperkaya ilmu geosains, tetapi juga memberikan implikasi besar bagi mitigasi bencana. Potasium dapat menjadi indikator baru dalam sistem peringatan dini, terutama untuk menilai potensi letusan besar yang memicu pembentukan kaldera. Pemantauan kadar potasium dalam aktivitas vulkanik dapat membantu meningkatkan kesiapsiagaan dan mengurangi risiko bencana.

Penelitian ini menegaskan peran penting ilmu kebumian dalam pengambilan kebijakan mitigasi bencana berbasis data ilmiah, khususnya dalam menghadapi ancaman gunung api di Indonesia.

Scroll to Top