Hepatitis B dan C menyimpan bahaya laten. Kedua jenis hepatitis ini dapat merusak fungsi hati secara permanen tanpa memberikan tanda-tanda yang jelas di tahap awal infeksi. Akibatnya, banyak orang tidak menyadari telah terinfeksi hingga kerusakan hati sudah parah.
Pakar penyakit hati menjelaskan bahwa hepatitis B dan C sama-sama memicu peradangan pada sel hati. Jika tidak diobati, peradangan ini berkembang menjadi fibrosis, bahkan kanker hati. Prosesnya berjalan lambat dan seringkali tanpa gejala yang disadari. Rasa lesu, mual, atau urine berwarna gelap sering diabaikan karena dianggap keluhan ringan biasa.
Bahayanya, pasien seringkali baru mencari pertolongan medis ketika sudah muncul komplikasi serius, seperti muntah darah atau kulit dan mata menguning akibat bilirubin yang bocor ke dalam darah. Gatal-gatal juga bisa menjadi salah satu gejala awal, meski tidak spesifik.
Deteksi dini menjadi kunci utama pencegahan. Pemeriksaan rutin sangat penting, terutama bagi kelompok berisiko tinggi. Penyakit ini bagaikan "silent killer" yang diam-diam merusak tubuh.
Data Kementerian Kesehatan mencatat, jutaan warga Indonesia terinfeksi hepatitis B dan C. Sebagian besar belum terdiagnosis dan belum mendapatkan pengobatan.
Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Kesehatan mengintegrasikan layanan deteksi dan pengendalian hepatitis ke dalam Program Cek Kesehatan Gratis (CKG). Tujuannya adalah memperluas jangkauan skrining dan mempercepat eliminasi hepatitis B dan C di Indonesia.
Program CKG memberikan akses gratis untuk memeriksa tekanan darah, gula darah, kolesterol, dan kini juga hepatitis. Upaya ini juga mencakup pemeriksaan hepatitis B pada ibu hamil. Sebagian besar bayi dari ibu hamil yang reaktif HBsAg telah menerima vaksin hepatitis B dan imunoglobulin dalam 24 jam pertama setelah lahir.
Kementerian Kesehatan menegaskan, eliminasi hepatitis pada tahun 2030 membutuhkan dukungan layanan berbasis komunitas yang kuat.