Pajak Kripto Akan Dirombak: Implikasi Perubahan Status Aset Kripto

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berencana melakukan penyesuaian terhadap aturan pajak kripto seiring dengan pergeseran fungsi aset kripto dari komoditas menjadi instrumen keuangan.

Kepala DJP, Bimo Wijayanto, menyampaikan bahwa perubahan ini diperlukan untuk menyesuaikan regulasi yang ada. "Dulu kripto diatur sebagai komoditas. Kini, dengan beralihnya fungsi menjadi instrumen keuangan, aturan harus disesuaikan," ujarnya.

Saat ini, pajak kripto diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 dan telah direvisi melalui PMK Nomor 81 Tahun 2024. Aturan tersebut membagi PPN atas transaksi kripto menjadi dua kategori:

  • 1% dari tarif PPN berlaku untuk transaksi melalui pedagang fisik aset kripto terdaftar.
  • 2% dari tarif PPN berlaku untuk pembelian bukan dari pedagang fisik aset kripto terdaftar.

Selain PPN, transaksi kripto juga dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,1% atau 0,2%, tergantung pada status terdaftar penyelenggara transaksi. Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (exchanger) bertugas memungut, menyetor, dan melaporkan pajak kripto, serta menerbitkan bukti pungut.

DJP juga mengincar potensi penerimaan dari transaksi digital, termasuk kripto. Rencana ini mencakup pengenaan pajak transaksi aset kripto, penunjukan lembaga jasa keuangan untuk bullion, dan digitalisasi transaksi luar negeri melalui platform asing.

Inisiatif kebijakan pemajakan transaksi digital ini memerlukan anggaran yang signifikan. DJP tengah memfinalisasi kebijakan terkait hal ini.

Scroll to Top