Perundingan Krusial: Rusia, China, dan Iran Bahas Program Nuklir Teheran

Teheran bersiap menjadi tuan rumah perundingan penting antara Rusia, China, dan Iran pada Selasa, 22 Juli 2025, yang akan memfokuskan diri pada program nuklir Iran yang menjadi sorotan dunia. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, mengungkapkan hal ini sembari mengumumkan serangkaian perundingan terpisah dengan negara-negara Eropa yang dijadwalkan pada akhir pekan mendatang.

Isu sentral dalam perundingan trilateral ini adalah ancaman Inggris, Prancis, dan Jerman untuk mengaktifkan kembali sanksi PBB terhadap Iran terkait program nuklirnya. Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, sebelumnya telah memperingatkan potensi penerapan kembali sanksi tersebut jika tidak ada perkembangan signifikan dalam membatasi aktivitas nuklir Iran.

Baghaei menyoroti peran penting Rusia dan China sebagai anggota tetap kesepakatan nuklir 2015 dan pengaruh mereka di Dewan Keamanan PBB. Iran dikabarkan telah melakukan konsultasi intensif dengan kedua negara terkait potensi penerapan kembali sanksi. Ia menegaskan bahwa secara hukum dan logis, tidak ada dasar untuk memberlakukan kembali sanksi yang sebelumnya telah dicabut berdasarkan kesepakatan nuklir.

Selain perundingan trilateral, Iran juga akan mengadakan pertemuan terpisah di tingkat wakil menteri luar negeri dengan Inggris, Prancis, dan Jerman di Istanbul pada hari Jumat. Baghaei secara eksplisit menyatakan bahwa Teheran saat ini tidak berencana untuk berunding dengan Amerika Serikat.

Salah satu kendala utama dalam perundingan adalah penangguhan kerja sama Iran dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), badan yang memantau program nuklir Iran. Teheran menuduh IAEA merilis laporan yang bias dan digunakan sebagai alasan oleh Israel untuk melancarkan serangan selama 12 hari terhadap Iran.

Serangan Israel tersebut terjadi setelah perundingan nuklir antara Iran dan AS menemui jalan buntu akibat tuntutan Washington agar Teheran menghentikan sepenuhnya pengayaan uranium. Meskipun AS berpendapat Iran dapat menggunakan kapasitas tersebut untuk membuat bom nuklir, Iran membantah niat tersebut dan menegaskan pengayaan uranium diperlukan untuk mendukung industri energi sipilnya.

Rusia dan China sependapat bahwa krisis nuklir Iran hanya dapat diselesaikan melalui jalur politik dan diplomasi.

Scroll to Top