Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan korupsi terkait proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut). Kali ini, mantan Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Sumut, M Ahmad Effendy Pohan (MAEP), diperiksa intensif oleh penyidik KPK.
Fokus pemeriksaan terhadap Ahmad Effendy Pohan adalah mengenai proses pergeseran anggaran yang terjadi dalam proyek tersebut. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa dua proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) sebelumnya tidak termasuk dalam perencanaan anggaran awal. Namun, proyek tersebut kemudian muncul dan KPK mendalami bagaimana prosesnya bisa terjadi.
Meskipun demikian, Budi belum dapat memberikan informasi detail mengenai materi penyidikan secara spesifik. Ia menegaskan bahwa pemeriksaan terhadap saksi, dalam hal ini Ahmad Effendy Pohan, secara umum terkait dengan pergeseran anggaran tersebut.
Pemanggilan Ahmad Effendy Pohan merupakan bagian dari rangkaian penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut. Sebelumnya, KPK telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Sumut pada bulan Juni yang lalu dan menetapkan lima orang sebagai tersangka.
Kelima tersangka tersebut adalah:
- Topan Ginting (TOP), Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut
- Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut
- Heliyanto (HEL), PPK Satker PJN Wilayah I Sumut
- M Akhirun Pilang (KIR), Direktur PT DNG
- M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), Direktur PT RN
KPK menduga bahwa Topan Ginting berperan dalam mengatur pemenang lelang proyek untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Ia diduga menerima janji fee sebesar Rp 8 miliar dari pihak swasta yang dimenangkan dalam proyek jalan senilai Rp 231,8 miliar tersebut.
Selain itu, KPK juga menduga bahwa Akhirun dan Rayhan telah menarik uang sebesar Rp 2 miliar untuk dibagikan kepada pejabat yang membantu mereka memenangkan proyek. KPK juga telah menggeledah rumah Topan Ginting dan menyita sejumlah uang serta senjata api.