Film "Superman" terbaru yang akan tayang pada Juli 2025 menjanjikan sesuatu yang berbeda dari film-film superhero biasanya. Adegan pembuka film menampilkan Superman dalam kondisi mengenaskan, terdampar di wilayah Arktik yang terpencil. Sutradara James Gunn mengungkapkan bahwa penggambaran ini sengaja dilakukan untuk mencerminkan kondisi Amerika Serikat saat ini yang sedang menghadapi masa sulit.
Gunn menekankan bahwa Superman kali ini bukan hanya representasi American Dream, melainkan simbol kebaikan universal. Fokusnya bukan hanya melindungi warga Amerika, tetapi juga membela kelompok-kelompok rentan di seluruh dunia, meskipun hal itu membuatnya menghadapi konsekuensi. Gunn mengakui bahwa film ini mengandung unsur politik, tetapi juga menekankan bahwa esensinya adalah tentang "kebajikan manusia."
Pernyataan ini memicu reaksi keras dari kelompok sayap kanan di AS, yang menuduh Gunn telah mengubah Superman menjadi sosok yang terlalu progresif. Mereka menginisiasi gerakan boikot terhadap film tersebut. Bahkan, Fox News menayangkan kritik pedas terhadap film ini, mempertanyakan apakah film yang sarat dengan ideologi akan berhasil di pasaran.
Polarisasi di antara penggemar DC dan Marvel Comics juga semakin terasa. Tokoh-tokoh DC seperti Superman dan Batman sering dianggap sebagai figur konservatif dan otoritarian, sementara karakter Marvel seperti Iron Man dan Captain America dianggap lebih mewakili nilai-nilai liberal dan penuh kasih.
James Gunn sendiri dikenal sebagai kritikus vokal terhadap Donald Trump. Pada tahun 2017, ia pernah mengunggah cuitan yang mengecam Trump karena menyerang fakta dan jurnalisme. Cuitan ini sempat membuatnya dipecat dari proyek film "Guardians of the Galaxy Vol. 3," meskipun akhirnya ia dipekerjakan kembali setelah meminta maaf dan bernegosiasi dengan Disney.
Keputusan Gunn untuk menggarap film "Superman" di bawah naungan DC Studios dianggap sebagai langkah berani. Ia ingin mengembalikan esensi Superman ke akarnya, yaitu sebagai representasi dari kaum imigran. Pencipta Superman, Jerry Siegel dan Joe Shuster, adalah imigran Yahudi yang menciptakan karakter ini sebagai respons terhadap kebangkitan Hitler dan antisemitisme di Eropa.
Kisah asal-usul Superman, yang lahir di planet Krypton dan dikirim ke Bumi untuk menghindari kehancuran, adalah metafora untuk pengalaman para imigran. Istilah "alien ilegal" yang sering digunakan untuk menyebut imigran dianggap ofensif dan bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung oleh Superman.
Pada tahun 2018, UNHCR menerbitkan buku berjudul "Superman was a Refugee Too" untuk menyoroti kesamaan antara pengalaman Superman dan para pengungsi di seluruh dunia. Isu imigrasi kembali mencuat pada tahun 2025 ketika pemerintah Amerika Serikat kembali menggunakan istilah "alien" untuk menyebut para migran, yang memperburuk polarisasi di masyarakat. Film "Superman" terbaru ini diharapkan dapat memicu diskusi yang lebih mendalam tentang isu-isu sosial dan politik yang relevan dengan kondisi dunia saat ini.