Kementerian Perdagangan (Kemendag) berhasil membongkar praktik perakitan ponsel ilegal di sebuah ruko yang terletak di kawasan Green Court, Cengkareng, Jakarta Barat. Dalam penggerebekan tersebut, tim Kemendag menyita 5.100 unit ponsel rakitan ilegal dengan total nilai mencapai Rp12,08 miliar.
Selain ribuan ponsel, petugas juga menemukan 747 koli berisi berbagai aksesori ponsel seperti casing dan charger, yang nilainya diperkirakan mencapai Rp5,54 miliar. Dengan demikian, total nilai barang bukti yang disita mencapai Rp17,6 miliar.
Kasus ini terungkap berkat laporan dari masyarakat dan hasil penelusuran yang dilakukan oleh tim pengawas Kemendag terhadap aktivitas perdagangan di platform marketplace. Ruko tersebut diketahui telah disulap menjadi tempat produksi, pengepakan, dan pengiriman ponsel ilegal.
Menurut keterangan, komponen-komponen ponsel seperti casing, baterai, kabel, dan mesin didatangkan secara ilegal dari China melalui Batam. Komponen-komponen bekas tersebut kemudian dirakit ulang dan dikemas sedemikian rupa sehingga menyerupai produk baru.
Dalam satu minggu, pelaku mampu merakit hingga 5.100 unit ponsel dengan berbagai merek populer seperti Redmi, Oppo, Vivo, hingga iPhone. Pemerintah telah menutup kegiatan usaha di lokasi tersebut dan menyita seluruh barang bukti. Proses hukum selanjutnya akan diserahkan kepada aparat penegak hukum.
Saat penggerebekan berlangsung, beberapa orang yang terlibat dalam kegiatan ilegal tersebut berhasil melarikan diri. Namun, penanggung jawab kegiatan saat ini sedang dalam proses pemeriksaan lebih lanjut.
Kemendag mengimbau agar platform e-commerce lebih teliti dalam mengawasi barang-barang yang dijual oleh penjual daring, terutama yang menawarkan harga jauh di bawah harga pasar. Kerja sama antara pemerintah dan marketplace sangat penting untuk mencegah peredaran produk ilegal. Masyarakat juga diimbau untuk berhati-hati saat berbelanja online dan tidak mudah tergiur dengan harga murah yang tidak wajar.
Pemerintah akan terus melakukan pendalaman terhadap kasus ini. Nilai kerugian negara akibat kegiatan ilegal ini masih dalam perhitungan lebih lanjut, mengingat aktivitas produksi telah berjalan sejak dua tahun terakhir.