Indonesia dan Amerika Serikat telah mencapai kesepakatan penting terkait kerangka kerja untuk negosiasi perjanjian perdagangan bilateral. Langkah ini membuka peluang besar untuk memangkas tarif impor secara signifikan bagi kedua negara.
Dalam kerangka perjanjian ini, Indonesia akan menghapuskan sebagian besar tarif impor untuk produk industri, pangan, dan pertanian yang berasal dari Amerika Serikat. Sebagai imbalannya, AS akan menurunkan tarif impor untuk produk-produk Indonesia menjadi 19%, jauh lebih rendah dari rencana awal sebesar 32% yang seharusnya berlaku pada 1 Agustus mendatang.
Kesepakatan ini diumumkan Gedung Putih pada hari Selasa, 22 Juli 2025 waktu setempat. Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, menyatakan bahwa kesepakatan ini menunjukkan kemampuan Amerika Serikat untuk melindungi produksi dalam negerinya sambil memperluas akses pasar dari mitra dagang.
Salah satu poin krusial dalam pernyataan bersama tersebut adalah penghapusan pembatasan ekspor komoditas industri, termasuk mineral kritis, dari Indonesia ke Amerika Serikat. Walaupun detail lebih lanjut mengenai poin mineral kritis ini belum dijelaskan secara rinci, muncul pertanyaan apakah hal ini berkaitan dengan kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang telah diterapkan oleh pemerintah Indonesia.
Menanggapi hal ini, Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Septian Hario Seto, menegaskan bahwa kesepakatan ini tidak mengharuskan Indonesia untuk mencabut larangan ekspor mineral mentah. Menurutnya, yang dimaksud dalam perjanjian adalah hasil olahan mineral atau processed minerals dari smelter dalam negeri, bukan mineral mentah.
Pemerintah Indonesia, lanjut Seto, tetap berkomitmen untuk mempertahankan larangan ekspor mineral mentah.
Sebagai informasi, Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara No.3 tahun 2020 (UU Minerba) telah memberlakukan larangan ekspor mineral mentah sejak 10 Juni 2023. Namun, karena penyelesaian smelter di dalam negeri belum sepenuhnya rampung, ekspor beberapa jenis mineral, termasuk konsentrat tembaga, masih diizinkan hingga akhir 2024.
Seharusnya, mulai 1 Januari 2025, tidak ada lagi ekspor mineral mentah yang diizinkan, kecuali konsentrat tembaga dari PT Freeport Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kondisi kahar pada proyek smelter Freeport, yang menyebabkan penundaan penyelesaian pembangunan dan membutuhkan waktu hingga smelter baru tersebut beroperasi. Freeport masih mendapatkan izin ekspor konsentrat tembaga hingga September 2025. Sementara itu, larangan ekspor bijih nikel sudah berlaku sejak 1 Januari 2020.