Krisis Kelaparan di Gaza: Anak-Anak Menderita, Bantuan Terhambat

Gaza menghadapi tragedi kemanusiaan yang mendalam. Seorang ayah di Gaza mengungkapkan keputusasaannya karena tidak mampu memberi makan anak-anaknya yang sudah empat hari kelaparan. Gambaran pilu ini mencerminkan realitas mengerikan yang dihadapi ratusan ribu anak di wilayah tersebut.

Menurut laporan, sekitar 900.000 anak di Gaza menderita kelaparan, dan 70.000 di antaranya mengalami kekurangan gizi. Kondisi ini diperparah oleh pembatasan bantuan dan kekerasan di sekitar lokasi pembagian bantuan. Tragisnya, lebih dari seribu warga Palestina dilaporkan tewas saat berusaha mendapatkan makanan sejak akhir Mei.

Salah satu lembaga yang mendistribusikan bantuan adalah Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), yang didukung oleh AS dan Israel. Namun, operasi mereka justru dikaitkan dengan peningkatan jumlah kematian di sekitar lokasi bantuan.

Situasi ini semakin memburuk setelah Israel menerapkan blokade total selama 11 minggu, yang menghentikan pasokan makanan ke Gaza. Akibatnya, puluhan orang, termasuk anak-anak, meninggal dunia akibat kekurangan gizi.

Rumah sakit di Gaza melaporkan lonjakan kasus malnutrisi dan kelaparan. Pasien diabetes dan ginjal juga berada dalam risiko yang lebih tinggi. Secara keseluruhan, kelaparan melanda seluruh penduduk Gaza.

Program Pangan Dunia (WFP) melaporkan bahwa harga sekantong tepung terigu telah melonjak menjadi lebih dari US$100 di pasar lokal. Bantuan pangan menjadi satu-satunya harapan bagi banyak orang untuk mendapatkan makanan.

Meskipun Israel mengklaim telah mengirimkan ribuan truk bantuan kemanusiaan ke Gaza, negara-negara lain dan organisasi internasional mengkritik model pengiriman bantuan yang dianggap berbahaya dan tidak manusiawi. Mereka mengutuk pembunuhan warga sipil yang mencari makanan dan air.

Warga Gaza juga melaporkan serangan harian di dekat pusat-pusat bantuan. Mereka terpaksa mempertaruhkan nyawa mereka hanya untuk mendapatkan sekantong tepung.

Pekan ini, tank-tank Israel memasuki Deir al-Balah di Gaza tengah, memicu gelombang pengungsian baru di antara warga sipil. Perintah evakuasi berdampak pada puluhan ribu warga Palestina dan menghancurkan upaya kemanusiaan.

Badan PBB (UNRWA) mengatakan bahwa staf mereka pingsan saat bertugas karena kelaparan. Mereka menuduh Israel melarang UNRWA beroperasi di Gaza, mencegah mereka mendistribusikan ribuan truk bantuan. UNRWA menyebut situasi di Gaza sebagai "bencana buatan manusia".

Mahkamah Pidana Internasional bahkan sedang menyelidiki dugaan penggunaan kelaparan sebagai metode perang. Namun, Israel membantah tuduhan tersebut.

Tragedi di Gaza terus berlanjut, dengan jumlah korban tewas terus bertambah. Dunia internasional menyerukan diakhirinya konflik dan mendesak Israel untuk mencabut blokade dan memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan secara aman dan tanpa hambatan.

Scroll to Top