Kejaksaan Agung (Kejagung) secara resmi mengambil langkah hukum banding terkait putusan hakim yang menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, atau yang lebih dikenal sebagai Tom Lembong, dalam kasus korupsi impor gula.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, mengonfirmasi bahwa jaksa penuntut umum (JPU) telah mengajukan banding. Salah satu alasan utama pengajuan banding ini adalah perbedaan pendapat mengenai perhitungan kerugian negara.
Menurut JPU, kerugian negara dalam kasus ini mencapai sekitar Rp 515 miliar. Namun, majelis hakim dalam putusannya mempertimbangkan angka yang lebih rendah, yaitu sekitar Rp 180 miliar. Anang menyoroti perbedaan signifikan ini, terlebih mengingat pihak kejaksaan telah menyita aset senilai Rp 500 miliar terkait kasus ini.
Meskipun ada sorotan publik mengenai tidak adanya niat jahat (mens rea) dari Tom Lembong dalam perkara ini, Anang menekankan prinsip hukum pidana bahwa tidak ada pidana tanpa kesalahan. Ia menjelaskan bahwa majelis hakim telah memutuskan dan menyatakan Tom Lembong bersalah.
Anang mengakui bahwa Tom Lembong tidak menikmati keuntungan pribadi dari kasus ini. Namun, ia menegaskan bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mencakup tindakan yang menguntungkan orang lain, meskipun tidak menguntungkan diri sendiri.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Tom Lembong telah mendaftarkan permohonan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, menyatakan adanya kejanggalan dalam putusan tersebut dan berencana untuk memasukkannya ke dalam memori banding.
Zaid mempertanyakan dasar pertanggungjawaban Tom Lembong atas kerugian yang timbul akibat kelebihan pembayaran PT PPI kepada perusahaan swasta gula rafinasi. Ia juga menyoroti bahwa angka Rp 194 miliar yang dianggap sebagai kerugian negara bersifat potensial, yang menurutnya tidak tepat.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa Tom Lembong menerbitkan izin impor bagi delapan perusahaan gula rafinasi swasta, meskipun mengetahui hal itu melanggar aturan. Tindakan ini disebut merugikan negara sebesar Rp 194 miliar, yang seharusnya menjadi keuntungan PT PPI sebagai BUMN.