Era Tarif Trump: Indonesia, Filipina, dan Jepang Terjebak dalam Pusaran Perdagangan Global

Mendekati batas waktu 1 Agustus 2025, lanskap perdagangan global kembali bergejolak di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Negara-negara mitra dagang utama, termasuk Indonesia, Filipina, Jepang, dan Uni Eropa, berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan negosiasi dan menghindari potensi tarif tinggi yang akan dikenakan pada ekspor mereka ke Amerika Serikat.

Indonesia Terima Pukulan Tarif 19%

Pemerintah Indonesia mengonfirmasi bahwa tarif impor sebesar 19% untuk produk asal Indonesia oleh AS bersifat final. Kesepakatan ini merupakan hasil dari pembicaraan langsung antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan bahwa angka tersebut telah mengikat. Kebijakan ini tertuang dalam Reciprocal Trade Agreement (RTA), yang diumumkan oleh Gedung Putih. Meskipun lebih rendah dari ancaman awal Trump sebesar 32%, tarif ini tetap signifikan di atas tarif dasar 10% yang berlaku umum.

Perjanjian ini juga mencakup komitmen Indonesia untuk membeli pesawat senilai US$3,2 miliar dan produk energi hingga US$15 miliar dari AS. Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, menyatakan bahwa kesepakatan ini membuktikan kemampuan Amerika untuk mempertahankan produksi dalam negeri sambil memperluas akses ke pasar global.

Perdagangan Indonesia-AS mencapai US$38 miliar pada tahun 2024, dengan AS mencatatkan defisit sebesar US$17,9 miliar.

Filipina Mengikuti dengan Tarif yang Sama

Filipina juga menghadapi tarif 19% atas barang-barang mereka, diumumkan setelah pertemuan bilateral antara Presiden Filipina dan Trump di Gedung Putih. Trump menyatakan bahwa kesepakatan perdagangan telah diselesaikan, termasuk penghapusan tarif untuk barang AS dan peningkatan kerja sama militer. Meskipun sebelumnya mengancam tarif hingga 20%, kesepakatan akhir mencapai angka 19%.

Ekspor Filipina ke AS pada tahun 2024 mencapai US$14,2 miliar, terutama terdiri dari suku cadang mobil, tekstil, dan minyak kelapa.

Jepang Mendapatkan Keringanan Tarif, Tetapi dengan Syarat

Trump mengumumkan tarif timbal balik sebesar 15% untuk barang dari Jepang, setelah ancaman tarif 25% gagal diterapkan. Trump mengklaim bahwa kesepakatan besar telah diselesaikan dengan Jepang, yang mungkin merupakan yang terbesar yang pernah dibuat.

Sebagai imbalan, Jepang akan melakukan investasi hingga US$550 miliar ke ekonomi AS. Trump mengklaim bahwa AS akan mendapatkan "90% dari keuntungannya," tanpa menjelaskan secara rinci struktur investasinya. Kesepakatan ini juga memberikan akses lebih luas bagi produk AS ke pasar Jepang, termasuk mobil, truk, beras, dan produk pertanian lainnya.

Korea Selatan Waspada dan Siap Bernegosiasi

Setelah pengumuman kesepakatan AS-Jepang, Korea Selatan meningkatkan kewaspadaannya dan bersiap untuk menegosiasikan paket dagang baru agar tidak kalah bersaing. Menteri Perindustrian Kim Jung-kwan menyatakan bahwa Korea Selatan akan merespons secara menyeluruh karena hasil ini dapat berdampak signifikan terhadap ekonomi.

Para analis menilai bahwa Korea harus mencapai kesepakatan yang setara dengan Jepang. Saham produsen otomotif melonjak sebagai reaksi pasar, dengan Hyundai Motor naik 7,3% dan Kia 7,6%. Delegasi Korea dijadwalkan untuk terbang ke Washington untuk memulai perundingan intensif.

Presiden Lee Jae-myung menegaskan bahwa Korea tidak akan membuka semua sektor. Sektor pertanian seperti beras dan daging sapi tidak akan masuk daftar negosiasi, namun Seoul membuka peluang menambah impor jagung untuk bioetanol sebagai bentuk kompromi.

Eropa dan Kanada Menghadapi Tekanan

Trump juga mengalihkan perhatiannya ke Uni Eropa. Jika negosiasi gagal sebelum 1 Agustus, AS akan memberlakukan tarif hingga 30% atas produk dari Benua Biru. Uni Eropa telah menyiapkan balasan senilai US$22,8 miliar yang dapat diterapkan mulai 6 Agustus.

Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, menyatakan bahwa negaranya tidak akan menerima kesepakatan yang buruk hanya demi mengejar tenggat. AS menetapkan tarif 35% terhadap produk Kanada mulai 1 Agustus, naik dari tarif sebelumnya sebesar 25%.

Tarif Tinggi Sebagai Alat Negosiasi

Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan bahwa tarif tinggi akan menjadi alat negosiasi strategis untuk memberi tekanan lebih besar pada negara-negara tersebut untuk mencapai kesepakatan yang lebih baik. Pemerintahan Trump berencana menerapkan tarif hingga 40% terhadap negara yang gagal mencapai kesepakatan, sebuah strategi yang dinilai dapat mengguncang perdagangan global sekaligus membawa risiko ke ekonomi AS sendiri.

Scroll to Top