Fenomena ‘Rojali’ Hantui Mal: Pengunjung Ramai, Omzet Lesu

Jakarta – Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyoroti tren ‘rojali’ atau rombongan jarang beli yang semakin marak tahun ini. Hal ini berdampak pada lambatnya pertumbuhan pendapatan pusat perbelanjaan.

‘Rojali’ menggambarkan situasi di mana jumlah pengunjung mal meningkat, namun tidak diiringi dengan peningkatan pembelian yang signifikan.

Menurut APPBI, faktor utama dari fenomena ini adalah penurunan daya beli masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah. Meskipun anggaran terbatas, masyarakat tetap mengunjungi pusat perbelanjaan.

Jumlah pengunjung mal tercatat meningkat 10% dibandingkan tahun sebelumnya, angka ini jauh di bawah target yang diharapkan, yaitu 20-30%. Peningkatan kunjungan ini tidak sejalan dengan peningkatan belanja. Masyarakat cenderung hanya melihat-lihat atau membeli dalam jumlah kecil.

Kondisi ini dipicu oleh daya beli yang belum pulih sejak Ramadan 2024. Potensi pemulihan menjelang Lebaran pun tidak terwujud. Penurunan daya beli ini terutama dirasakan oleh 95% pengunjung mal yang berasal dari kalangan menengah ke bawah.

Sementara itu, masyarakat berpenghasilan tinggi cenderung memilih berbelanja di luar negeri akibat pembatasan impor. Kalangan menengah ke atas juga lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka, mempertimbangkan antara berbelanja atau berinvestasi, dipengaruhi oleh kondisi global seperti fluktuasi harga komoditas dan nilai tukar.

APPBI memprediksi pertumbuhan pendapatan mal pada tahun 2025 akan tetap positif, meskipun terbatas. Pertumbuhan diperkirakan hanya mencapai satu digit, kurang dari 10%.

Fenomena ‘rojali’ dinilai sebagai kondisi yang periodik, bergantung pada kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat. Kondisi ini diharapkan dapat berakhir seiring dengan pemulihan daya beli masyarakat.

APPBI mendorong pemerintah untuk menyalurkan stimulus langsung, seperti bantuan langsung tunai (BLT), dengan pengawasan ketat agar tidak disalahgunakan.

Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I tercatat 4,87%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,91%. Padahal, periode ini seharusnya didukung oleh momentum Ramadan dan Lebaran.

Perlambatan konsumsi tercermin dari laju penjualan ritel yang di bawah 5% secara tahunan. Indeks Penjualan Riil (IPR) Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang minim pada Januari 2024 sebesar 0,5% (yoy), Februari 2% dan Maret 0,5%.

Scroll to Top