Indonesia bersiap untuk menciptakan gelombang besar lapangan kerja baru melalui rencana ambisius pembangunan 18 proyek hilirisasi dan ketahanan energi nasional. Lebih dari 276 ribu tenaga kerja diperkirakan akan terserap dari proyek-proyek strategis ini.
Kepastian ini muncul setelah diserahkannya dokumen pra studi kelayakan (Pra-FS) terkait 18 proyek hilirisasi dari Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi kepada Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada Selasa, 22 Juli 2025.
Menurut keterangan, total investasi yang dibutuhkan untuk merealisasikan 18 proyek hilirisasi ini mencapai US$ 38,63 miliar atau setara dengan Rp 618,13 triliun.
Proyek kilang minyak diperkirakan akan menyerap tenaga kerja terbanyak, mencapai 44.000 orang. Disusul oleh proyek hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) yang akan membuka peluang kerja bagi 34.800 orang.
Ke-18 proyek hilirisasi dan ketahanan energi nasional ini mencakup berbagai sektor strategis, antara lain:
- Delapan proyek hilirisasi di sektor mineral dan batu bara
- Dua proyek transisi energi
- Dua proyek ketahanan energi
- Tiga proyek hilirisasi pertanian
- Tiga proyek hilirisasi kelautan dan perikanan
Sektor mineral dan batu bara memegang peranan penting dengan delapan proyek bernilai US$ 20,1 miliar yang berpotensi menciptakan 104.974 lapangan kerja. Sektor pertanian mengikuti dengan proyek senilai US$ 444,3 juta dan potensi penyerapan 23.950 tenaga kerja. Sementara itu, proyek hilirisasi kelautan dan perikanan senilai US$ 1,08 miliar diharapkan dapat menyerap 67.100 tenaga kerja.
Proyek transisi energi dengan nilai investasi US$ 2,5 miliar berpotensi membuka 29.652 lapangan kerja, dan sektor ketahanan energi senilai US$ 14,5 miliar diperkirakan akan menyerap 50.960 tenaga kerja.
Berikut adalah daftar 18 proyek hilirisasi beserta nilai investasi dan potensi lapangan kerja:
- Industri Smelter Aluminium (Bauksit) Mempawah, Kalimantan Barat (Rp60 triliun, 14.700 lapangan kerja)
- Industri DME (batu bara) di berbagai lokasi (Rp164 triliun, 34.800 lapangan kerja)
- Industri aspal di Buton, Sulawesi Tenggara (Rp1,49 triliun, 3.450 lapangan kerja)
- Industri Mangan Sulfat di Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) (Rp3,05 triliun, 5.224 lapangan kerja)
- Industri Stainless Steel Slab (Nikel) di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah (Rp38,4 Triliun, 12.000 lapangan kerja)
- Industri Copper Rod, WIre & Tube (katoda tembaga) di Gresik, Jawa Timur (Rp19,2 triliun, 9.700 lapangan kerja)
- Industri Besi Baja (Pasir Besi) di Kabupaten Sarmi, Papua (Rp19 triliun, 18.000 lapangan kerja)
- Industri Chemical Grade Alumina (Bauksit) di Kendawangan, Kalimantan Barat (Rp17,3 triliun, 7.100 lapangan kerja)
- Industri Oleoresin (Pala), di Kabupaten Fakfak, Papua Barat (Rp1,8 triliun, 1.850 lapangan kerja)
- Industri Oleofood (Kelapa Sawit) di KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan Timur (MBTK) (Rp3 triliun, 4.800 lapangan kerja)
- Industri Nata de Coco, Medium-Chain Triglycerides (MCT), Coconut Flour, Activated Carbon (Kelapa) di Kawasan Industri Tenayan, Riau (Rp2,3 triliun, 22.100 lapangan kerja)
- Industri Chlor Alkali Plant (Garam) di berbagai lokasi (Rp16 triliun, 33.000 lapangan kerja)
- Industri Fillet Tilapia (Ikan Tilapia) di berbagai lokasi (Rp1 triliun, 27.600 lapangan kerja)
- Industri Carrageenan (Rumput Laut) di Kupang, NTT (Rp212 miliar, 1.700 lapangan kerja)
- Oil Refinery di berbagai lokasi (Rp160 Triliun, 44.000 lapangan kerja)
- Oil Storage Tanks di berbagai lokasi (Rp72 triliun, 6.960 lapangan kerja)
- Modul Surya Terintegrasi (Bauksit dan Silika) di Kawasan Industri Batang, Jawa Tengah (Rp24 triliun, 19.500 lapangan kerja)
- Industri Bioavtur (Used Cooking Oil) di berbagai lokasi (Rp16 triliun, 10.152 lapangan kerja)