Isu sensitif mengenai data pribadi Indonesia yang menjadi bagian dari negosiasi perjanjian dagang dengan Amerika Serikat terus bergulir. Presiden Prabowo Subianto memberikan tanggapannya terkait potensi transfer data pribadi ke pihak AS sebagai bagian dari kesepakatan penghapusan hambatan perdagangan digital.
"Negosiasi berjalan terus," ungkap Presiden Prabowo di sela-sela acara Harlah PKB di Jakarta.
Sebelumnya, perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menegaskan bahwa data yang diperjanjikan dalam Kerangka Perjanjian Perdagangan Timbal Balik AS-Indonesia adalah data komersial, bukan informasi personal individu. Dijelaskan bahwa data yang dimaksud adalah data pengolahan, bukan data pribadi atau data strategis negara yang dilindungi undang-undang.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan memegang peranan penting dalam mengawal aspek teknis terkait data dalam kesepakatan ini.
Saat ini, regulasi penyimpanan data di Indonesia mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019, yang mewajibkan penyimpanan data sektor publik di server dalam negeri. Data sektor swasta masih diperbolehkan disimpan di luar negeri, kecuali data transaksi keuangan yang wajib berada di server Indonesia.
Indonesia sebenarnya telah memiliki Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang seharusnya berlaku efektif sejak Oktober 2024. Namun, implementasinya tertunda karena pemerintah belum membentuk badan pengawas yang bertugas menjalankan UU tersebut. UU PDP Indonesia mengadopsi standar pelindungan data Eropa (GDPR), sementara Amerika Serikat belum memiliki UU khusus perlindungan data pribadi di tingkat nasional.