Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan adanya dugaan aliran dana sebesar Rp 478 juta yang diterima oleh Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar (TB), dengan tujuan menciptakan narasi negatif yang merugikan institusi tersebut.
Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, dana tersebut diduga berasal dari dua individu, yaitu seorang advokat bernama Marcella Santoso (MS) dan seorang dosen sekaligus advokat bernama Junaedi Saibih (JS). Ketiganya kini berstatus tersangka.
Kejagung menduga bahwa TB diperintahkan oleh MS dan JS untuk memproduksi berita dan konten yang mendiskreditkan Kejagung terkait dengan penanganan perkara tertentu, mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, hingga persidangan.
Narasi negatif tersebut disebarkan melalui berbagai platform, termasuk media sosial, media daring, dan saluran berita Jak TV. Hal ini mengakibatkan citra Kejaksaan Agung menjadi buruk di mata publik.
Selain itu, Junaedi Saibih diduga membuat narasi yang mendukung pihaknya dan Marcella Santoso, dengan menyatakan bahwa metodologi perhitungan kerugian negara yang digunakan Kejagung dalam perkara yang ditangani tidak akurat. Narasi ini kemudian disebarluaskan oleh TB melalui berbagai media.
MS dan JS juga diduga mendanai aksi demonstrasi yang bertujuan menggagalkan proses penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara yang tengah ditangani Kejagung. Demonstrasi ini kemudian diliput dan disiarkan oleh TB melalui Jak TV serta akun-akun resmi Jak TV di media sosial, termasuk TikTok dan YouTube.
Lebih lanjut, TB juga dituduh memfasilitasi acara gelar wicara dan diskusi di berbagai kampus untuk mendukung narasi yang dibangun oleh MS dan JS. Acara-acara ini diliput oleh Jak TV dan disiarkan kepada publik.
Kejagung meyakini bahwa tindakan ketiga tersangka tersebut merupakan permufakatan jahat untuk menciptakan opini publik yang negatif terhadap Kejagung, khususnya dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah dan gula, serta kasus ekspor minyak sawit mentah (CPO). Tujuannya adalah agar Kejaksaan dinilai buruk oleh masyarakat dan perkara-perkara tersebut tidak ditindaklanjuti atau tidak terbukti di persidangan.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, atas dugaan tindak pidana perintangan proses hukum.