Film Superman Terbaru Hadapi Tantangan di Pasar Global, James Gunn Tetap Optimis

Film "Superman" terbaru menunjukkan performa yang menjanjikan di pasar domestik, namun mengalami penurunan signifikan di kancah internasional. Meskipun demikian, sang sutradara, James Gunn, tetap optimis terhadap potensi pertumbuhan film ini di masa depan.

Hingga 24 Juli, film ini telah mengumpulkan pendapatan global sebesar USD 173 juta (sekitar Rp 2,8 triliun), jauh lebih rendah dibandingkan pendapatan domestiknya yang mencapai USD 253 juta (sekitar Rp 4,1 triliun). Gunn meyakini bahwa pertumbuhan di pasar internasional hanya membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan di dalam negeri.

Menurut Gunn, promosi dari mulut ke mulut memberikan dampak positif, baik di dalam maupun luar negeri. Brasil dan Inggris menjadi contoh negara-negara yang memberikan kontribusi pendapatan yang signifikan. Di Inggris, film "Superman" telah meraup USD 9,4 juta (sekitar Rp 153 miliar) sejak dirilis pada 11 Juli.

Gunn menjelaskan beberapa faktor yang membuat "Superman" menghadapi tantangan di pasar internasional. Salah satunya adalah tingkat popularitas karakter Superman yang tidak setinggi Batman di beberapa negara. Selain itu, sentimen anti-Amerika yang berkembang di dunia saat ini juga turut mempersulit performa film ini.

"Superman bukanlah karakter yang dikenal luas di beberapa tempat. Hal itu memengaruhi banyak hal. Dan itu juga memengaruhi hal-hal yang kita miliki, yaitu sentimen anti-Amerika di seluruh dunia saat ini. Itu malah mempersulit semuanya," ujar Gunn.

Meski demikian, Gunn dan timnya melihat perilisan film ini sebagai sebuah kemenangan. Mereka menganggapnya sebagai awal dari sesuatu yang lebih besar.

Sebagai perbandingan, film "Batman v Superman: Dawn of Justice" yang dirilis pada 2016 berhasil meraih pendapatan global sebesar USD 874 juta (sekitar Rp 14,2 triliun). Pada pembukaan perdananya, film tersebut mengumpulkan USD 166 juta (sekitar Rp 2,7 triliun) di pasar domestik. China menjadi penyumbang pendapatan terbesar di luar negeri dengan USD 95 juta (sekitar Rp 1,5 triliun), sementara Indonesia menyumbang USD 14 juta (sekitar Rp 228 miliar).

Scroll to Top