Kanker ovarium menjadi momok menakutkan bagi wanita di Indonesia, menduduki peringkat atas jenis kanker yang sering menyerang selain kanker payudara dan serviks. Penyakit ini tidak mengenal usia, mengintai wanita dari berbagai kalangan.
Kanker ovarium dipicu oleh perubahan atau mutasi DNA, yang menyebabkan pertumbuhan sel abnormal di ovarium. Sel-sel ini berkembang biak secara tak terkendali, menyerang dan merusak jaringan tubuh yang sehat.
Indonesia termasuk dalam daftar 10 negara dengan kasus kanker ovarium tertinggi di dunia, mencatat 15.130 kasus baru dan 9.673 kematian setiap tahunnya. Kanker ini patut diwaspadai karena seringkali tanpa gejala, sehingga terlambat terdeteksi.
Jenis yang paling umum adalah kanker ovarium epitelial, yang berkembang pada lapisan tipis yang menutupi bagian luar ovarium.
Spesialis Obstetri & Ginekologi, Konsultan Onkologi, dr. Muhammad Yusuf, Sp.OG (K) Onk menekankan bahwa kanker ovarium seringkali "tersembunyi" karena gejala baru dirasakan ketika sel kanker telah menyebar ke stadium lanjut. Mayoritas pasien baru terdiagnosis pada stadium 3 atau 4, sehingga penanganan medis memerlukan operasi atau kemoterapi.
Sayangnya, risiko kekambuhan setelah kemoterapi awal sangat tinggi, mencapai 70% dalam tiga tahun pertama. Keterlambatan deteksi disebabkan oleh gejala awal yang tidak spesifik seperti perut kembung dan nyeri perut ringan, serta belum adanya metode skrining yang akurat.
Penanganan stadium lanjut umumnya melibatkan operasi besar dan kemoterapi, namun risiko kekambuhan tetap tinggi. Terapi lanjutan menjadi krusial untuk mengantisipasi kekambuhan dan memperpanjang harapan hidup dengan kualitas yang lebih baik.
Faktor Risiko Kanker Ovarium:
- Riwayat keluarga dengan kanker ovarium, terutama pada kerabat tingkat pertama (ibu atau saudara kandung).
- Riwayat reproduksi seperti menstruasi dini, tidak pernah hamil, atau menopause yang terlambat.
- Faktor genetik, termasuk mutasi pada gen BRCA1/BRCA2 dan kelainan pada mekanisme perbaikan DNA (Homologous Recombination Deficiency/HRD).
- Obesitas.
- Bertambahnya usia.
- Kebiasaan merokok.
Pencegahan:
Gaya hidup sehat memainkan peran penting dalam menurunkan risiko kanker ovarium. Langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan meliputi:
- Menjaga berat badan ideal.
- Pola makan seimbang dan sehat.
- Penggunaan kontrasepsi oral (Pil KB).
- Berhenti merokok.
- Menghindari terapi hormon.
Kebiasaan ini mendukung kesehatan reproduksi wanita secara menyeluruh.
Sayangnya, belum ada metode skrining yang benar-benar akurat untuk mendeteksi kanker ovarium sejak dini. Pemeriksaan seperti transvaginal ultrasound dan tes darah CA-125 dapat menjadi opsi pendukung dalam upaya deteksi dini.
Pendekatan Komprehensif dan Kolaboratif
Penanganan kanker ovarium stadium lanjut membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif. Kerja sama antara tenaga medis dan penyedia terapi lanjutan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pasien. Setiap pasien berhak mendapatkan peluang terbaik untuk hidup lebih lama, dengan kualitas hidup yang lebih baik.
Inovasi tidak berhenti pada penemuan terapi. Peningkatan kesadaran dan perluasan akses pengobatan bagi pasien kanker ovarium sangat penting. Edukasi mengenai penanganan yang tepat dan akses terhadap pilihan perawatan adalah langkah awal dalam membangun sistem kesehatan yang lebih responsif.