Jakarta – Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk mengakhiri keterlibatannya dalam perundingan gencatan senjata di Gaza, mengikuti jejak Israel yang telah lebih dulu menarik diri. Keputusan ini diambil dengan alasan Hamas dianggap tidak memiliki itikad baik dalam mencapai kesepakatan.
Steve Witkoff, Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, menyalahkan Hamas atas kegagalan perundingan ini. Ia menyatakan bahwa Washington akan mempertimbangkan opsi lain untuk mengatasi situasi tersebut, dan menarik tim negosiatornya dari Qatar.
"Respon Hamas secara jelas mencerminkan kurangnya keinginan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza," tegas Witkoff. AS kini berfokus pada pencarian solusi alternatif untuk pembebasan sandera Israel dan menciptakan kondisi yang lebih stabil bagi penduduk Gaza.
Sumber dari pihak Palestina mengungkapkan bahwa Hamas mengajukan sejumlah amandemen terhadap usulan yang ada, termasuk mengenai masuknya bantuan kemanusiaan, peta penarikan pasukan Israel, serta jaminan penghentian perang secara permanen.
Meskipun telah menarik negosiatornya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim bahwa pemerintahannya masih mengupayakan gencatan senjata. Ia kembali menuduh Hamas sebagai pihak yang menghalangi tercapainya kesepakatan.
Situasi di Gaza semakin mendesak dengan lebih dari dua juta penduduk menghadapi krisis kemanusiaan yang parah. Kelaparan meluas akibat pembatasan ketat dari Israel terhadap masuknya bantuan.
Israel membantah tuduhan bertanggung jawab atas krisis kelaparan ini. Sebaliknya, mereka menuding Hamas menghalangi distribusi bantuan dan menuding badan-badan bantuan internasional gagal mengambil bantuan yang tersedia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut kelaparan di Gaza sebagai "bencana buatan manusia," sementara Prancis menyalahkan blokade Israel terhadap bantuan kemanusiaan sebagai penyebab utama kelaparan massal.
Badan-badan bantuan global melaporkan bahwa izin dari Israel masih menjadi kendala utama dalam penyaluran bantuan ke Gaza. Selain itu, koordinasi untuk memastikan keamanan truk bantuan di zona perang aktif juga menjadi tantangan besar.
Konflik di Gaza telah menyebabkan lebih dari 59 ribu warga Palestina tewas, sebagian besar warga sipil, menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.