Jakarta – Harga emas sempat mencetak rekor tertinggi di awal tahun 2025, namun beberapa logam industri justru menunjukkan kinerja yang lebih mengesankan. Kenaikan harga yang signifikan ini menandai perubahan lanskap investasi komoditas global.
Emas sempat mencapai titik tertinggi US$3.424,30 per troy ons dan rekor intraday US$3.500,05. Meskipun mengalami kenaikan hampir 30%, daya tarik emas tergeser oleh lonjakan harga tembaga dan logam industri lainnya. Sentimen pasar terpengaruh oleh potensi kesepakatan tarif antara AS dan Uni Eropa yang menyebabkan harga emas terkoreksi.
Tembaga menjadi bintang dengan kenaikan 46,62% sepanjang tahun ini, menjadikannya logam dengan performa terbaik. Krisis pasokan di Chile, kebijakan tarif proteksionis, dan permintaan yang meningkat dari sektor energi terbarukan, kendaraan listrik, serta pusat data menjadi pendorong utama. Harga tembaga mencapai US$5,8 per pon dan terus menguat.
Platinum juga mencatatkan performa impresif dengan kenaikan 59,51%, tertinggi di antara logam mulia. Kekhawatiran suplai dari Afrika Selatan, peningkatan permintaan dari China, serta kondisi pasar fisik yang ketat turut memicu kenaikan harga.
Palladium mengikuti jejak platinum dengan kenaikan 48,82%. Pemangkasan output oleh produsen utama Nornickel Rusia menopang harga, meskipun ada kekhawatiran terkait transisi ke kendaraan listrik.
Perak juga bersinar dengan kenaikan 34,53%, didorong oleh permintaan industri energi terbarukan dan spekulasi pasar sebagai alternatif yang lebih terjangkau dibandingkan emas.
Cobalt mencatatkan kenaikan 37,18%. Pasar baterai kendaraan listrik yang kontraktual dan kerentanan rantai pasokan di Afrika menjaga harga tetap tinggi.
Kenaikan serempak lebih dari 30% pada sebagian besar logam ini mengindikasikan pergeseran besar dalam peta komoditas global. Sentimen tarif proteksionis, transisi energi, dan ketatnya pasokan menciptakan kombinasi unik yang menjadikan logam industri sebagai instrumen geostrategis. Jika tren ini berlanjut, logam seperti tembaga, platinum, dan palladium berpotensi menjadi "emas baru" di era teknologi hijau.