Polemik IKN: Antara Moratorium dan Pemanfaatan Aset yang Sudah Ada

Wacana penghentian sementara (moratorium) pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) mencuat di tengah ketidakpastian arah proyek strategis ini di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Usulan ini muncul karena pertimbangan kemampuan anggaran negara dan prioritas nasional.

Salah satu opsi yang diusulkan adalah mengubah status IKN menjadi ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. Langkah ini diharapkan dapat mengakhiri polemik seputar IKN sekaligus memastikan infrastruktur yang telah dibangun dapat dimanfaatkan secara optimal. Opsi lainnya, pemindahan pemerintahan secara bertahap, dimulai dengan memindahkan kantor wakil presiden dan beberapa kementerian ke IKN.

Usulan moratorium ini menuai pro dan kontra. Beberapa pihak mengingatkan bahwa proyek IKN telah menelan investasi besar, mencapai Rp151 triliun dari APBN dan investasi swasta. Penghentian proyek berpotensi menimbulkan kerugian negara karena fasilitas yang sudah dibangun membutuhkan biaya perawatan agar tidak terbengkalai.

Alternatif yang diajukan adalah melanjutkan pemindahan ibu kota negara ke IKN atau mengubah status IKN menjadi ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. Jika tidak, IKN berisiko menjadi proyek mangkrak yang merugikan negara.

Sementara itu, terdapat pandangan bahwa pembangunan IKN sebaiknya dihentikan sementara, dan fokus pada pemanfaatan infrastruktur yang sudah ada. IKN dapat difungsikan sebagai kantor wakil presiden, pusat pelatihan militer, atau proyek percontohan ekonomi restoratif dengan fokus pada penghijauan. Pemanfaatan IKN sebagai destinasi wisata juga dapat menjadi sumber pendapatan untuk menutupi biaya operasional.

Moratorium IKN harus mempertimbangkan keberadaan infrastruktur yang telah dibangun. Pemerintah perlu mencari cara agar infrastruktur tersebut tetap terawat tanpa membebani APBN, misalnya dengan menjadikan IKN sebagai kawasan khusus atau ibu kota provinsi baru.

Scroll to Top