Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri berhasil mengungkap praktik pengoplosan beras yang dilakukan oleh tiga perusahaan besar di Indonesia. Ketiga perusahaan tersebut diduga melanggar aturan mutu dan takaran yang telah ditetapkan.
Adapun ketiga perusahaan yang terlibat adalah PT Food Station, Toko SY (Sumber Rejeki), dan PT Padi Indonesia Maju Wilmar. PT Food Station dikenal sebagai produsen beras dengan merek Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Setra Pulen. Sementara itu, Toko SY memproduksi beras merek Jelita, dan PT Padi Indonesia Maju Wilmar menghasilkan beras merek Sania.
Menurut pihak kepolisian, kelima merek beras tersebut tidak memenuhi standar ukuran dan mutu yang seharusnya. Brigjen Helfi Assegaf, Ketua Satgas Pangan Polri, mengungkapkan bahwa pelanggaran ini terungkap setelah dilakukan pengujian sampel beras premium dan medium dari pasar tradisional maupun modern. Pengujian dilakukan di laboratorium terpercaya dan hasilnya menunjukkan bahwa kelima merek beras premium dari ketiga perusahaan tersebut tidak memenuhi standar mutu.
Saat ini, belum ada tanggapan resmi dari ketiga produsen beras terkait tuduhan yang dilayangkan oleh Polri. Namun, Satgas Pangan Polri telah meningkatkan status penanganan perkara pelanggaran mutu dan takaran beras ini ke tahap penyidikan, usai ditemukan indikasi tindak pidana terkait beras oplosan yang beredar di pasaran.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian juga telah menemukan praktik serupa setelah melakukan pengecekan di 10 provinsi produsen utama beras. Dari 268 merek beras yang diuji, ditemukan bahwa 85 persen sampel tidak sesuai mutu. Menteri Pertanian saat itu, Andi Amran Sulaiman, menduga adanya praktik pengoplosan antara beras medium dan premium yang menyebabkan harga beras tidak wajar, di mana harga di tingkat petani turun namun harga di konsumen justru naik.
Presiden Prabowo Subianto pun turut angkat bicara mengenai permasalahan ini. Ia meminta Kapolri dan Jaksa Agung untuk mengusut tuntas kasus pengoplosan beras ini dan menindak tegas para pengusaha yang terlibat tanpa pandang bulu. Prabowo menduga praktik kecurangan ini telah merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.