Jakarta – Fenomena "Rojali" (rombongan jarang beli) yang marak diperbincangkan di pusat perbelanjaan menjadi perhatian serius Badan Pusat Statistik (BPS). Kondisi ini ditengarai sebagai cerminan adanya tekanan ekonomi yang dirasakan oleh sebagian kelompok rumah tangga.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menyampaikan bahwa meskipun fenomena Rojali belum tentu mengindikasikan kemiskinan, namun tetap relevan sebagai gejala sosial yang bisa jadi menandakan adanya tekanan ekonomi, khususnya bagi kelompok rentan.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025 menunjukkan adanya indikasi kelompok masyarakat atas cenderung menahan diri dalam berkonsumsi. Meskipun demikian, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok masyarakat mana yang paling terdampak oleh fenomena Rojali.
BPS menekankan pentingnya bagi pemerintah untuk merancang ulang kebijakan yang tidak hanya fokus pada penurunan angka kemiskinan, tetapi juga memperhatikan ketahanan konsumsi dan stabilitas ekonomi rumah tangga kelas menengah bawah. Rojali menjadi sinyal penting bagi pembuat kebijakan untuk memperhatikan aspek ini.
Menanggapi fenomena ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengamati bahwa tren saat ini menunjukkan masyarakat lebih banyak mengunjungi mal untuk bersantap. Hal ini mendorong banyak pusat perbelanjaan untuk memperluas area kuliner mereka.
Selain itu, Airlangga juga menyoroti peralihan perilaku belanja ke platform online. Upaya untuk menarik konsumen kembali berbelanja di pusat perbelanjaan fisik memerlukan strategi khusus, seperti penyelenggaraan acara dan pemberian diskon.
Pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong pelaku usaha dalam menciptakan acara dan memberikan diskon menarik. Dalam waktu dekat, akan ada program diskon khusus untuk menyambut Natal dan Tahun Baru 2025-2026.