Waspada! Indonesia Masuk Daftar Negara dengan Kasus Kanker Ovarium Tertinggi

Indonesia menempati posisi mengkhawatirkan dalam peta kanker dunia. Data GLOBOCAN 2022 menunjukkan, Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan jumlah kasus kanker ovarium tertinggi. Setiap tahunnya, lebih dari 15 ribu kasus baru terdiagnosis, dan hampir 10 ribu jiwa melayang akibat penyakit ini.

Sayangnya, kesadaran masyarakat yang rendah menjadi tantangan utama. Kebanyakan kasus baru terdeteksi saat sudah memasuki stadium lanjut. Kanker ovarium, khususnya jenis epitelial yang menyerang lapisan luar ovarium, seringkali tidak terdeteksi dini karena gejalanya yang samar. Perut kembung, nyeri panggul ringan, atau gangguan pencernaan sering dianggap masalah biasa. Akibatnya, pasien baru mencari pertolongan medis ketika kondisi sudah memburuk, biasanya pada stadium 3 atau 4.

"Gejala awal yang sering diabaikan membuat diagnosis terlambat. Padahal, kanker ovarium merupakan penyebab kematian tertinggi di antara kanker ginekologi," ungkap seorang ahli onkologi.

Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko terkena kanker ovarium, antara lain riwayat keluarga dengan kanker ovarium, mutasi genetik BRCA1/BRCA2, obesitas, belum pernah hamil, dan menopause yang terjadi terlambat. Usia yang semakin bertambah juga meningkatkan risiko.

Keterbatasan dalam metode skrining yang akurat menjadi kendala utama dalam deteksi dini. Pemeriksaan seperti USG transvaginal dan tes darah CA-125 memang dapat membantu, namun efektivitasnya masih terbatas untuk menjaring kasus secara luas.

"Tanpa deteksi dini yang efektif, pasien harus menjalani operasi besar dan kemoterapi. Bahkan setelah pengobatan, risiko kekambuhan tetap tinggi, mencapai 70% dalam tiga tahun pertama," jelas seorang dokter.

Kabar baiknya, kemajuan teknologi medis membuka harapan baru. Terapi lanjutan seperti maintenance therapy dengan obat golongan PARP inhibitor, contohnya Olaparib, kini mulai diterapkan. Terapi ini terbukti efektif bagi pasien dengan status HRD-positif (Homologous Recombination Deficiency), yaitu kondisi genetik yang membuat sel kanker lebih rentan terhadap kerusakan DNA.

"Terapi target ini memberikan harapan baru. Selain menekan kekambuhan, juga dapat memperpanjang harapan hidup dan meningkatkan kualitas hidup pasien," kata seorang direktur medis perusahaan farmasi.

Penting bagi pasien kanker ovarium untuk berkonsultasi dengan dokter dan menjalani evaluasi molekuler. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah mereka memenuhi syarat untuk terapi lanjutan tersebut. Perusahaan farmasi juga berkomitmen untuk mendukung sistem kesehatan yang responsif terhadap kebutuhan pasien kanker ovarium di Indonesia, tidak hanya melalui terapi, tetapi juga melalui edukasi dan upaya memperluas akses pengobatan.

Scroll to Top