Demam Kereta Cepat: Dari Whoosh Hingga Ambisi India Menguasai Teknologi

Wabah kereta cepat terus menjalar, namun belum menyentuh Amerika Serikat. Setelah kehadiran Whoosh Jakarta-Bandung, India segera menyusul dengan proyek ambisius Mumbai-Ahmadabad.

Proyek India ini empat kali lebih panjang dari Whoosh, bahkan menantang dengan terowongan bawah laut sepanjang hampir 50 km di muara sungai Gujarat. Mirip dengan terowongan kereta bawah laut Aomori-Hokkaido di Jepang atau terowongan antara Prancis dan Inggris.

India menggandeng Jepang dan Prancis dalam proyek ini, menunjukkan ambisi untuk menguasai teknologi kereta cepat. Budaya transportasi kereta api yang kuat di India, serupa dengan Tiongkok, menjadikan penguasaan teknologi ini sebagai pemenuhan kebutuhan vital rakyat.

Mumbai, kota metropolitan terbesar di India, menjadi salah satu ujung jalur ini. Kekuatan ekonominya setara dengan New York di Amerika. Ahmadabad, kota terbesar di Gujarat, menjadi ujung lainnya. Gujarat mengalami pertumbuhan ekonomi pesat sejak Narendra Modi menjabat sebagai gubernur, mengantarkannya menjadi perdana menteri India.

Dengan jalur ini, perjalanan ke rumah asli Mahatma Gandhi menjadi lebih mudah tanpa perlu pesawat.

Pakistan juga tak ketinggalan dengan rencana membangun kereta cepat Lahore-Karachi. Proyek ini diharapkan mempercepat pertumbuhan ekonomi dari Lahore ke Karachi. Kereta cepat Pakistan ini diperkirakan buatan Tiongkok.

Afrika Selatan juga termasuk negara yang terjangkit demam kereta cepat Tiongkok, menghubungkan Pretoria dan Johannesburg.

Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara yang imun. Proyek kereta cepat di sana seperti penyakit musiman, muncul dan hilang tergantung partai yang berkuasa. Proyek kereta cepat San Francisco-Los Angeles, yang telah berjalan 30 tahun, belum mencapai sepertiganya. Proyek lainnya, seperti Houston-Dallas dan Los Angeles-Las Vegas, juga menghadapi banyak kendala.

Sementara negara lain berlomba dengan kereta berkecepatan 300 km/jam, Tiongkok melangkah lebih jauh dengan proyek kereta 600 km/jam.

Komentar Pilihan:

  • MZ ARIFIN UMAR ZAIN: Transformasi dari aset menjadi non-aset, piutang menjadi hutang, kawan menjadi lawan, laba menjadi rugi, senyum menjadi cemberut.
  • Agus Suryonegoro III: Menu reply sudah normal. Penyampaian aspirasi ke wakil rakyat di Indonesia seringkali formalitas.
  • Leong Putu: Pantun tentang Jokowi dan status WA tentang bersyukur.
  • Nusantara Hijau: Peran LSM/Ormas mirip penyampaian aspirasi ke wakil rakyat, namun anggota dewan seharusnya lebih mulia.
  • Komentator Spesialis: PDIP terlalu kuat, namun masyarakat muak dengan kebohongan dan aturan yang kacau.
  • Satya Laksana: Cara menggulingkan raja adalah dengan dipuja-puji hingga terlena dan terpeleset sendiri.
  • Achmad Faisol: Suara PDIP bisa tinggal 11% di Pemilu 2029?
  • Suharno Maridi: Kasus Hasto memperlihatkan sisi lemah PDIP dan kesulitan mencari pengganti Megawati.
  • Hardiyanto Prasetiyo: Fakta pasca sidang Hasto dan keganjilan hakim yang memakai masker.
  • Sadewa 19: Reformasi dan KKN di PDIP.
  • DeniK: Menunggu pertarungan gajah dan banteng.
  • Lagarenze 1301: Santai sejenak dengan cerita narapidana dan kasus Mie Gacoan di Bali.
  • Juve Zhang: Wang (BYD) tipe "We Walk The Talk", Kapitalis Sejati yang memotong harga mobil listrik.
  • Liáng – βιολί ζήτα: Terlindas oleh roda zaman, perubahan tidak bisa dicegah.
  • Runner: Ilmu hukum bisa "eksak".
  • Komentator Spesialis: Prihatin soal kasus Tom Lembong dan keadilan.
Scroll to Top