Maraknya fenomena "Rojali" (Rombongan Jarang Beli) dan "Rohana" (Rombongan Hanya Nanya) di pusat perbelanjaan menjadi cerminan konsumen yang semakin bijak dalam berbelanja. Perubahan perilaku ini mengindikasikan adanya penyesuaian pola konsumsi masyarakat terhadap kondisi ekonomi.
Menanggapi fenomena ini, Bank Indonesia (BI) mengambil langkah strategis untuk memacu kembali aktivitas perekonomian. Melalui kebijakan penurunan BI-Rate, BI berupaya menciptakan ruang bagi peningkatan konsumsi dan investasi.
Sesuai dengan pengumuman BI, suku bunga acuan akan diturunkan secara bertahap:
- Januari 2025: Turun 25 bps menjadi 5,75%
- Mei 2025: Turun 25 bps menjadi 5,5%
- Juni 2025: Turun 25 bps menjadi 5,25%
Tujuan utama dari penurunan BI-Rate adalah mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit dengan biaya yang lebih terjangkau. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dan pelaku usaha semakin termotivasi untuk memanfaatkan fasilitas kredit atau pembiayaan.
Penurunan suku bunga acuan akan menurunkan biaya dana (cost of fund) bagi bank. Selanjutnya, penurunan ini akan berimbas pada penurunan suku bunga kredit. Akibatnya, terjadi peningkatan penyaluran kredit atau pembiayaan, yang kemudian mendorong aktivitas belanja dan produksi. Dampak positifnya adalah menggairahkan perekonomian dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Dengan suku bunga yang lebih kompetitif, masyarakat diharapkan lebih leluasa dalam melakukan konsumsi dan investasi, termasuk pembelian aset dan ekspansi usaha melalui pembiayaan modal.
Untuk mencapai hasil yang optimal dari kebijakan ini, sinergi dari berbagai pihak sangat diperlukan. Kerja sama yang erat antara pemerintah, pelaku usaha, perbankan, dan masyarakat akan memastikan bahwa dampak kebijakan dapat dirasakan secara nyata.