Konflik Thailand-Kamboja Memanas, Donald Trump Turun Tangan Desak Gencatan Senjata

Ketegangan yang berkecamuk antara Thailand dan Kamboja telah menimbulkan dampak tragis, dengan puluhan nyawa melayang. Berbagai pihak, termasuk mantan Presiden AS Donald Trump, berupaya keras mendorong tercapainya gencatan senjata.

Perseteruan lama di wilayah Segitiga Zamrud kembali berkobar sejak Kamis, 24 Juli, memicu konfrontasi bersenjata yang melibatkan pesawat tempur, tank, dan pasukan darat. Hingga Sabtu, 26 Juli, belum ada tanda-tanda kesepakatan gencatan senjata, meskipun seruan telah digaungkan dari Phnom Penh hingga markas PBB di New York.

Data menunjukkan bahwa sedikitnya 13 warga Kamboja tewas, terdiri dari delapan warga sipil dan lima personel militer. Lebih dari 70 orang lainnya terluka akibat serangan lintas perbatasan yang dilancarkan oleh militer Thailand. Sebagian besar korban sipil berjatuhan saat artileri menghantam Desa Ekphap, Distrik Veal Veng.

Di pihak Thailand, dilaporkan 20 orang tewas, termasuk 14 warga sipil dan enam tentara. Militer Thailand mengonfirmasi bahwa lima tentaranya gugur pada Jumat, 25 Juli, sehari setelah pertempuran kembali memanas.

Konflik bersenjata ini juga memicu gelombang pengungsian besar. Di Thailand, lebih dari 138.000 orang telah dievakuasi dari wilayah rawan. Sementara di Kamboja, sedikitnya 35.829 warga sipil meninggalkan rumah mereka di Provinsi Preah Vihear, Oddar Meanchey, dan Pursat.

Pemerintah Kamboja secara resmi menyerukan gencatan senjata segera dan tanpa syarat. Namun, Thailand menanggapi dengan hati-hati, menyatakan terbuka untuk berdialog, mungkin dengan bantuan Malaysia yang saat itu menjabat Ketua ASEAN.

Trump mengklaim telah berbicara langsung dengan para pemimpin kedua negara, menyatakan bahwa mereka telah sepakat untuk segera bertemu dan menyusun gencatan senjata serta perdamaian. Trump juga memberikan tekanan ekonomi dengan menyebut tidak akan melakukan perundingan tarif dengan Thailand dan Kamboja hingga keduanya menghentikan pertempuran. Ia mengancam akan mengenakan tarif sebesar 36% atas sebagian besar ekspor kedua negara ke AS jika gencatan senjata tidak tercapai.

Setelah percakapan telepon dengan Trump, kedua negara menyatakan kesediaan untuk menggelar dialog bilateral. Pelaksana Tugas Perdana Menteri Thailand meminta Trump agar menyampaikan ke Kamboja bahwa Bangkok ingin mengadakan dialog bilateral sesegera mungkin untuk menghasilkan langkah-langkah dan prosedur bagi gencatan senjata dan penyelesaian konflik secara damai. Perdana Menteri Kamboja menyambut baik intervensi ini dan menyatakan siap berbicara dengan Menteri Luar Negeri AS, memperingatkan bahwa pihak Thailand harus mematuhi perjanjian apa pun yang dicapai.

Di tengah konflik, Kementerian Luar Negeri Indonesia memastikan tidak ada WNI yang menjadi korban atau terdampak secara langsung. KBRI Bangkok mengimbau WNI di daerah perbatasan agar tetap waspada dan melakukan lapor diri melalui portal peduli WNI.

Scroll to Top